Marquee text

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ
Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. (QS: At-Taubah 128)

17 June 2012

Sholat mazhab Albani

Sholat mazhab Al Albani 
Mereka menyampaikan cobalah periksa kitab “Sifat sholat Nabi” karya ulama Al Albani, adakah hadits-hadits dhaif, maudhu’ dan lain lain.

Boleh jadi hadits-hadits yang menjadi landasan kitab “sifat sholat Nabi” adalah hadits shohih namun siapa yang dapat menjamin bahwa pemahaman ulama Al Albani pasti pula shohih atau pasti benar ?

Kemungkinan kesalahpahaman ulama Al Albani akan semakin lebih besar karena beliau tidak dikenal berkompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak.


Imam Bukhari, Imam Muslim ~Semoga Allah meridhai mereka, mengkaji, memilah dari banyak hadits-hadits dan menyusun, mengumpulkan dalam kitab, khusus untuk hadits-hadits shohih namun mereka tidak menyampaikan kitab sholat berdasarkan hadits-hadits shohih yang mereka kumpulkan.

Marilah kita kembali kepada sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang menolak sunnahku maka bukan dari golonganku” (Shahih Bukhari).
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “shalatlah sebagaimana kalian melihat aku shalat” (HR Bukhari 595, 6705)

Siapakah yang melihat sholatnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ?
Tentulah para Salafush Sholeh.

Siapakah yang melihat sholatnya Salafush Sholeh ?
Tentulah para Imam Mazhab yang empat.

Apa yang dilihat oleh Imam Mazhab yang empat tentang cara sholat atau cara ibadah lainnya dari Salafush Sholeh atau manhaj Salafush Sholeh dan dengan kompetensi mereka dalam berijtihad dan beristinbat dituliskan dalam kitab-kitab fiqih mereka agar umat Islam dikemudian hari yang tidak bertemu atau tidak melihat cara sholat atau cara ibadah lainnya dari Salafush Sholeh atau tidak mengetahui manhaj Salafush Sholeh dapat melihat atau mengetahui melalui kitab fiqih yang mereka tuliskan.

Imam Mazhab yang empat masih terjaga kemutawatiran sanad, kemurnian agama dan aqidahnya. Tidak tercampur dengan akal pikiran yang berunsurkan hawa nafsu atau kepentingan. Zaman kehidupan yang relatif lebih dekat dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam , kecil kemungkinan tercampur ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilancarkan oleh kaum Zionis Yahudi.

Mereka mengingatkan perkataan Imam Syafi’i ~rahimahullah
إذا صح الحديث فهو مذهبي
Jika suatu hadits shahih maka itulah madzhabku
dan juga,
إذا وجدتم في كتابي خلاف سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم فقولوا بسنة رسول الله صلى الله عليه وسلم ودعوا ما قلت
Jika kalian menemukan dalam kitabku sesuatu yang menyelisihi Sunnah Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam, maka berkatalah dengan Sunnah Rasulullah itu dan tinggalkan perkataanku itu
Lalu mereka menambahkan bahwa “Kalau ada orang yang membawa hadist shahih dari Rasulullah maka kita ambil hadist Nabi dan meninggalkan semua pendapat yang menyelisihi
Ulama Al Albani bukanlah “orang yang membawa hadits” namun “orang yang membaca hadits”. “Orang yag membawa hadits” adalah orang yang tersambung sanadnya sampai kepada para perawi yang meriwayatkan hadits tersebut.

Imam Malik ra berkata: “Janganlah engkau membawa ilmu (yang kau pelajari) dari orang yang tidak engkau ketahui sanad ilmunya
Orang yang membaca hadits” maka pastilah terjadi upaya pemahaman (ijtihad). Apapun yang dia pahami maka itulah mazhab dia sendiri. Kita bebas memlihi untuk mengikuti atau menolak pemahamannya. Apalagi yang melakukan upaya pemahaman (ijtihad) bukanlah orang yang berkompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak , lebih baik pemahamannya ditinggalkan.

Pada hakikatnya kitab beliau tidak layak diberi judul “Sifat Sholat Nabi” namun cara sholat mazhab atau pemahaman ulama Al Albani, sehingga kaum muslim dapat bebas memilih untuk mengikutinya atau meninggalkannya.

Jumhur ulama dapat menerima perbedaan pada masalah furuiyah atau cabang namun perbedaan tersebut terjadi di antara para ulama yang berkompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak atau Imam Mazhab.

Perbedaan pemahaman atau pendapat yang disampaikan oleh ulama yang tidak dikenal berkompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak atau orang awam dinamakan kesalahpahaman.  Tentu janganlah mengikuti sebuah kesalahpahaman karena sama saja dengan beramal tanpa ilmu.

Perbedaan pendapat atau pemahaman seorang ulama dengan pendapat atau pemahaman para ulama yang sholeh sebelumnya  atau  berbeda dengan pendapat atau pemahaman Imam Mazhab yang empat menandakan sanad ilmu ulama tersebut terputus hanya sampai pada akal pikirannya sendiri.

Dari Ibnu Abbas ra Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda…”Barangsiapa yg berkata mengenai Al-Qur’an tanpa ilmu maka ia menyediakan tempatnya sendiri di dalam neraka” (HR.Tirmidzi)
Imam Syafi’i ~rahimahullah mengatakan “tiada ilmu tanpa sanad”.

Al-Hafidh Imam Attsauri ~rahimullah mengatakan “Penuntut ilmu tanpa sanad adalah bagaikan orang yang ingin naik ke atap rumah tanpa tangga

Ibnul Mubarak berkata :”Sanad merupakan bagian dari agama, kalaulah bukan karena sanad, maka pasti akan bisa berkata siapa saja yang mau dengan apa saja yang diinginkannya (dengan akal pikirannya sendiri).” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Muqoddimah kitab Shahihnya 1/47 no:32 )

Bahkan Al-Imam Abu Yazid Al-Bustamiy , quddisa sirruh (Makna tafsir QS.Al-Kahfi 60) ; “Barangsiapa tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan” Tafsir Ruhul-Bayan Juz 5 hal. 203

Di antara Imam Mazhab yang empat, mereka berbeda  semata-mata dikarenakan terbentuk setelah adanya furu’ (cabang), sementara furu’ tersebut ada disebabkan adanya sifat zanni dalam nash. Oleh sebab itu, pada sisi zanni inilah kebenaran bisa menjadi banyak (relatif), mutaghayirat disebabkan pengaruh bias dalil yang ada. Boleh jadi nash yang digunakan sama, namun cara pengambilan kesimpulannya berbeda.

Zanni juga terbagi dua: dari sudut datangnya dan dari sudut lafaznya. Ayat Qur’an mengandung sejumlah ayat yang lafaznya membuka peluang adanya beragam penafsiran.

Contoh dalam soal menyentuh wanita ajnabiyah dalam keadaan wudhu’, kata “aw lamastumun nisa” dalam al-Qur’an terbuka untuk ditafsirkan. Begitu pula lafaz “quru” (QS 2:228) terbuka untuk ditafsirkan. Ini yang dinamakan zanni al-dilalah.

Selain hadis mutawatir, hadis lainnya bersifat zanni al-wurud. Ini menunjukkan boleh jadi ada satu ulama yang memandang shahih satu hadis, tetapi ulama lain tidak memandang hadis itu shahih. Ini wajar saja terjadi, karena sifatnya adalah zanni al-wurud. Hadis yang zanni al-wurud itu juga ternyata banyak yang mengandung lafaz zanni al-dilalah.

Jadi, sudah terbuka diperselisihkan dari sudut keberadaannya, juga terbuka peluang untuk beragam pendapat dalam menafsirkan lafaz hadis itu.
* zanni al-wurud : selain hadis mutawatir
* zanni al-dilalah : lafaz dalam hadis mutawatir dan lafaz hadis yang lain (masyhur, ahad)
Nah, Syari’ah tersusun dari nash qat’i sedangkan fiqh tersusun dari nash zanni.
Contoh praktis:
1. (a) kewajiban puasa Ramadlan (nashnya qat’i dan ini syari’ah),
(b) kapan mulai puasa dan kapan akhi Ramadlan itu (nashnya zanni dan ini fiqh)
Catatan: hadis mengatakan harus melihat bulan, namun kata “melihat” mengandung penafsiran.
2. (a) membasuh kepala saat berwudhu itu wajib (nash qat’i dan ini Syari’ah)
(b) sampai mana membasuh kepala itu? (nashnya zanni dan ini fiqh)
Catatan: kata “bi” pada famsahuu biru’usikum terbuka utk ditafsirkan.
3. (a) memulai shalat harus dengan niat (nash qat’i dan ini Syari’ah)
(b) apakah niat itu dilisankan (dengan ushalli) atau cukup dalam hati (ini Fiqh)
Catatan: sebagian ulama memandang perlu niat itu ditegaskan dalam bentuk “ushalli” untuk menguatkan hati sedangkan ulama lain memandang niat dalam hati saja sudah cukup
Sementara ada segelintir umat Islam menggabungkan pendapat Imam Mazhab yang empat atau talfiq.
Dalam bahasa Arab, kata talfiq (التَّلْفِيقُ) berasal dari kata (لَفَّقَ – يُلَفِّقُ – تَلْفِيقاً) yang berarti menggabungkan sesuatu dengan yang lain artinya mereka mengikuti seluruh pendapat Imam Mazhab yang empat.

Bagi kami talfiq dalam arti pendapat yang satu lebih kuat (tarjih) dari pendapat yang lain atau bahkan yang berlebihan adalah pendapat yang satu yang benar dan yang lain salah, adalah mereka yang tidak beradab karena mereka “menghakimi” para Imam Mazhab yang empat sedangkan mereka tidak berkompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak dan tidak juga memiliki sumber atau bahan yang dimiliki oleh Imam Mazhab yang empat dalam berijtihad dan beristinbat.

Sedangkan talfiq dalam arti digunakan dikarenakan situasi dan kondisi tidaklah mengapa. Seperti ikutilah apapun mazhab imam sholat karena diriwayatkan oleh Umamah al Bahiliy dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,”Ikatan-ikatan Islam akan lepas satu demi satu. Apabila lepas satu ikatan, akan diikuti oleh lepasnya ikatan berikutnya. Ikatan islam yang pertama kali lepas adalah pemerintahan (kekhalifahan) dan yang terakhir adalah shalat.” (HR. Ahmad)

Imam Ahmad bin Hanbal yang memiliki kompetensi dalam berijtihad dan beristinbat atau berkompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak, tentu beliau lebih berhak “menghakimi” Imam Mazhab sebelum beliau. Namun kenyataannya beliau tetap secara independen berijtihad dan beristinbat atas sumber atau bahan yang dimilikinya dengan ilmu yang dikuasainya.
Sekali lagi kami mengingatkan bahwa perintah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah “shalatlah sebagaimana kalian melihat aku shalat” (HR Bukhari 595, 6705)

Selain kita dapat “melihat” cara sholatnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melalui kitab fiqih Imam Mazhab yang empat, kitapun dapat melihat melalui  para ulama yang sholeh dari kalangan ahlul bait, keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam karena mereka melihat sholatnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melalui apa yang diamalkan oleh orang tua-orang tua mereka terdahulu yang tersambung kepada Imam Sayyidina Ali ra yang mengikuti cara sholatnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

No comments:

Post a Comment