Marquee text

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ
Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. (QS: At-Taubah 128)

21 July 2012

Hukum Isbal ( Celana Cingkrang ) oleh Habib Munzir Al Musawwa

Isbal (tidak membuat pakaian menjela/memanjang dibawah mata kaki) adalah sunnah Rasul saw dalam sholat dan diluar shalat,
Rasul saw bersabda : “Barangsiapa yg menyeret nyeret pakaiannya (menjela pakaiannya/jubahnya krn sombong maka Allah tidak akan melihatnya dihari kiamat (murka)” lalu berkata Abubakar shiddiq ra : Wahai Rasulullah…, pakaianku menjela.., maka berkata Rasul saw : “Sungguh kau memperbuat itu bukan karena sombong” (Shahih Bukhari Bab Manaqib).

berkata AL Hafidh Imam Ibn Hajar mengenai syarah hadits ini : “kesaksian Nabi saw menafikan makruh perbuatan itu pada ABubakar ra” (Fathul Baari bisyarh shahih Bukhari Bab Manaqib).
jelaslah sudah bahwa perbuatan itu tidak makruh apalagi haram, kecuali jika diperbuat karena sombong, dimasa itu bisa dibedakan antara orang kaya dg orang miskin adalah dilihat dari bajunya, baju para buruh dan fuqara adah pendek hingga bawah lutut diatas matakaki, karena mereka pekerja, tak mau pakaiannya terkena debu saat bekerja, dan para orang kaya dan bangsawan memanjangkan jubahnya menjela ketanah, karena mereka selalu berjalan diatas permadani dan kereta, jarang menginjak tanah, maka jadilah semacam hal yg bergengsi, memakai pakaian panjang demi memamerkan kekayaannya, dan itu tak terjadi lagi masa kini, orang kaya dan miskin sama saja, tak bisa dibedakan dengan pakaian yg menjela.

jelas dibuktikan dengan riwayat shahih Bukhari diatas, bahwa terang2an abubakar shiddiq ra berpakaian spt itu tanpa sengaja, namun Rasul saw menjawab : “Kau berbuat itu bukan karena sombong”

berarti yg dilarang adalah jika karena sombong.
Sumber Habib Munzir Al Musawwa

1 Ramadhan 1433H




Firman Allah ta’ala yang artinya
Karena itu, barangsiapa di antara kamu menyaksikan bulan (di negeri tempat tinggalnya), maka hendaklah ia berpuasa pada bulan tersebut.” (QS. Al Baqarah [2] : 185)

Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji” (QS Al Baqarah [2]:189 )

Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua” (QS Yaasin [36]:39)
Sebagai bentuk tandan yang tua” maksudnya: bulan-bulan itu pada awal bulan, kecil berbentuk sabit, kemudian sesudah menempati manzilah-manzilah, dia menjadi purnama, kemudian pada manzilah terakhir kelihatan seperti tandan kering yang melengkung

Mengapa Hasil Rukyat Cakung Dianulir?


Ketua Lajnah Falakiyah PBNU KH A. Ghazalie Masroeri meragukan kualitas rukyat di Cakung. Bukan hanya meragukan, tapi mengatakan hasil rukyat di Cakung itu tidak sah dan meminta Kementerian Agama menertibkan tim rukyat di sana.



Ada empat hal, kata Kiai Ghazalie yang menyebabkan hasil rukyat di Cakung tidak shahih menurut ilmu falak.

Pertama hilal dilaporkan berhasil diamati pada pukul 17.53 WIB, sebelum waktu maghrib untuk wilayah Jakarta tiba. Padahal menurut ketentuan syariat dan berdasarkan pedoman ilmu astronomi hilal baru mungkin dilihat setelah ghurub, atau terbenam matahari. “Belum maghrib, mustahil mendapatkan hilal,” kata Kiai Ghazali.