Asyura
Setiap tahun umat Islam selalu memperingati hari Asyura. Kita memperingatinya dengan cara yang telah dilakukan dan diajarkan oleh Rasulullah saw. Dimana agar kita berpuasa pada tanggal sembilan dan sepuluh Muharram, serta banyak beristigfar memohon ampunan dari Allah atas dosa-dosa yang telah kita perbuat. Begitu pula agar di hari Asyura, kita banyak bersedekah, terutama kepada anak yatim.
Karena itu
kegiatan tersebut, selalu dikerjakan oleh Muslimin sejak zaman Rasulullah
sampai sekarang dan insya Allah sampai akhir zaman.
Dengan demikian
apabila ada orang yang berkomentar bahwa Asyura sekarang tidak diperingati,
maka penilaian semacam itu tidak benar, sebab bertolak belakang dengan apa yang
selama ini dikerjakan umat Islam. Tapi kalau yang dimaksud, harus memperingati
Asyura dengan cara memukul-mukul badan dengan rantai dan pedang sampai
berlumuran darah, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang syiah, memang
tidak dilakukan oleh umat islam. Sebab hal tersebut dilarang oleh Allah dan
RasulNya.
Hari Asyura adalah
hari yang bersejarah, hari dimana Allah SWT, telah mengampuni hamba-hambaNya
yang bertaubat, serta memohon ampun atas semua dosa-dosa yang telah diperbuat.
Sehingga hari itu merupakan hari maghfiroh atau hari pengampunan. Itulah
diantara alasan-alasan mengapa hari Asyura diperingati.
Sebelum umat
Muhammad dianjurkan oleh Rasulullah saw memperingati hari Asyura, orang-orang
Yahudi dan Arab Jahiliyah sudah memperingati hari tersebut. Hal mana mereka
lakukan, karena mereka juga mengetahui akan kebesaran hari tersebut, di mana
banyak peristiwa yang terjadi pada hari itu seperti :
1.
Pada hari Asyura Allah SWT, telah mengampuni dosa nabi Adam
as.
2.
Pada hari Asyura Allah SWT telah menyelamatkan dan
mendaratkan Nabi Nuh as dengan kapalnya.
3.
Pada hari Asyura Allah SWT telah menyelamatkan Nabi
Musa as dan kaumnya serta menenggelamkan Fir’aun bersama tentaranya.
4.
Pada hari Asyura Allah SWT telah menyelamatkan Nabi
Yunus as dari ikan Khuut (Paus).
Cara orang-orang Yahudi memperingati hari Asyura, diantaranya ada yang dengan merayakan hari tersebut dengan berpuasa sehari, tepatnya berpuasa pada hari ke sepuluh dalam bulan Muharram.
Orang-orang Arab
Jahiliyah juga mengikuti jejak orang-orang Yahudi, mereka merayakan hari itu,
bahkan pada hari itu mereka membungkus Ka’bah dengan kain.
Adapun sebab dan cara Rasulullah memperingati Asyura, maka diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dalam kitab sahih Bukhari dan Muslim sebagai berikut :
Ketika Rasulullah saw kembali ke Madinah (dari bepergian) beliau mendapatkan orang-orang Yahudi sedang berpuasa, kemudian beliau berkata kepada mereka : “Hari apa yang kalian puasai ini?” Mereka menjawab : “Hari ini adalah hari yang sangat mulia, hari di mana Allah telah menyelamatkan Nabi Musa as dan kaumnya serta menenggelamkan Fir’aun beserta tentaranya. Oleh karena Musa as berpuasa pada hari tersebut sebagai rasa syukur kepada Allah, maka kami ikut berpuasa.
Adapun sebab dan cara Rasulullah memperingati Asyura, maka diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dalam kitab sahih Bukhari dan Muslim sebagai berikut :
Ketika Rasulullah saw kembali ke Madinah (dari bepergian) beliau mendapatkan orang-orang Yahudi sedang berpuasa, kemudian beliau berkata kepada mereka : “Hari apa yang kalian puasai ini?” Mereka menjawab : “Hari ini adalah hari yang sangat mulia, hari di mana Allah telah menyelamatkan Nabi Musa as dan kaumnya serta menenggelamkan Fir’aun beserta tentaranya. Oleh karena Musa as berpuasa pada hari tersebut sebagai rasa syukur kepada Allah, maka kami ikut berpuasa.
Kemudian
Rasulullah berkata: “Kami lebih berhak dan lebih utama dalam mengikuti Nabi
Musa as daripada kalian.” Selanjutnya Nabi Muhammad berpuasa dan menganjurkan
umatnya untuk berpuasa pada hari Asyura. Bahkan beliau kemudian menganjurkan
agar umatnya berpuasa dua hari, yaitu pada hari kesembilan dan kesepuluh pada
bulan Muharram, dan puasa tersebut dikenal dengan puasa Tasua dan Asyura.
Disamping hadits diatas, masih banyak hadits yang menerangkan mengenai pahala
orang yang berpuasa pada hari tersebut.
Oleh karena itu
kita sekarang memperingati hari tersebut, kita memperingati dengan melaksanakan
apa-apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw dimana agar kita berpuasa dan
bertaubat memohon ampunan dari Allah atas segala dosa yang telah kita perbuat.
Karena di hari Asyura Allah memberikan ampunan (magfiroh) pada hamba-hambaNya
yang berdo’a memohon ampunan. Disamping masih banyak lagi ajaran Rasulullah,
seperti agar kita banyak bersodaqoh pada anak yatim.
Itulah cara
memperingati hari Asyura, sesuai dengan apa yang telah dijalankan dan diajarkan
oleh Rasulullah saw beserta sahabat-sahabat dan sesuai dengan apa yang
dilakukan oleh Imam Ali ra dan Imam Husin ra, serta oleh seluruh Ahlil Bait dan
turunannya sampai sekarang.
& Bagaimana hukumnya orang-orang syi’ah yang memperingati hari Asyura dengan jalan menangis dan memukul-mukul badannya, bahkan ada yang melukai dirinya sendiri sampai berlumuran darah, ada yang memukuli badannya sendiri dengan rantai, bahkan ada yang melukai dirinya dengan pedang?
Ulama-ulama kita menilai cara mereka tersebut, merupakan suatu perbuatan bid’ah (dholaalah), karena sangat menyimpang dari ajaran Rasulullah saw.
Rasulullah saw bersabda :
“Bukan dari golonganku, orang-orang yang suka memukuli wajahnya dan merobek kantongnya (pakaiannya) serta menyerukan kepada perbuatan jahiliyah.”
Dalam sabdanya yang lain, beliau melarang orang-orang menangisi orang-orang yang sudah mati. Seperti yang dilakukan orang-orang Syi’ah sekarang, mereka berkumpul dan menangis bersama-sama, dengan berteriak-teriak, sebentar memuji dan sebentar melaknat serta memukuli badannya.
& Bagaimana hukumnya orang-orang syi’ah yang memperingati hari Asyura dengan jalan menangis dan memukul-mukul badannya, bahkan ada yang melukai dirinya sendiri sampai berlumuran darah, ada yang memukuli badannya sendiri dengan rantai, bahkan ada yang melukai dirinya dengan pedang?
Ulama-ulama kita menilai cara mereka tersebut, merupakan suatu perbuatan bid’ah (dholaalah), karena sangat menyimpang dari ajaran Rasulullah saw.
Rasulullah saw bersabda :
“Bukan dari golonganku, orang-orang yang suka memukuli wajahnya dan merobek kantongnya (pakaiannya) serta menyerukan kepada perbuatan jahiliyah.”
Dalam sabdanya yang lain, beliau melarang orang-orang menangisi orang-orang yang sudah mati. Seperti yang dilakukan orang-orang Syi’ah sekarang, mereka berkumpul dan menangis bersama-sama, dengan berteriak-teriak, sebentar memuji dan sebentar melaknat serta memukuli badannya.
Cara semacam itu
adalah cara orang-orang Jahiliyah yang dilarang oleh Rasulullah saw.
Dalam kitab “Attasyayyu’ Baina Mafhumi Al Aimmah Wa Mafhumi Al-Farisi” disebutkan : Bahwa orang-orang Syi’ah juga berpuasa pada hari Asyura, tetapi hanya sampai waktu ashar saja.
Dalam kitab “Attasyayyu’ Baina Mafhumi Al Aimmah Wa Mafhumi Al-Farisi” disebutkan : Bahwa orang-orang Syi’ah juga berpuasa pada hari Asyura, tetapi hanya sampai waktu ashar saja.
Berpuasa semacam
ini jelas merupakan suatu perbuatan bid’ah, karena tidak pernah dilakukan dan
diajarkan oleh Rasulullah saw.
Perlu diketahui
bahwa orang-orang Syi’ah dalam memperingati hari Asyura, mereka hanya mengambil
dari satu peristiwa saja, yaitu dimana pada hari itu, Sayyidina Husin menjadi
syahid di Karbala (Irak). Adapun mereka menangis dan memukul-mukul badannya,
sebagaimana yang kami sebutkan di atas, maka menurut pengakuan ulama mereka,
adalah usaha mereka dalam menebus dosa-dosa orang-orang Syi’ah yang terdahulu,
yang karena perbuatan mereka, Sayyidina Husin sampai mati terbunuh (syahid) di
Karbala.
Siapa pembunuh Imam Husin ?
Dalam kita-kitab sejarah dikisahkan : Bahwa Imam Husin dalam rangka menghindari Bai’at kepada Yazid, beliau beserta keluarganya meninggalkan Madinah manuju Makkah.
Berita sampainya Imam Husin di Makkah ini tersebar ke berbagai daerah, bahkan orang-orang Kufah setelah mendengar berita tersebut, mereka segera mengirim surat kepada Imam Husin, dengan maksud meminta kepadanya agar beliau datang ke Kufah untuk di bai’at sebagai khalifah.
Siapa pembunuh Imam Husin ?
Dalam kita-kitab sejarah dikisahkan : Bahwa Imam Husin dalam rangka menghindari Bai’at kepada Yazid, beliau beserta keluarganya meninggalkan Madinah manuju Makkah.
Berita sampainya Imam Husin di Makkah ini tersebar ke berbagai daerah, bahkan orang-orang Kufah setelah mendengar berita tersebut, mereka segera mengirim surat kepada Imam Husin, dengan maksud meminta kepadanya agar beliau datang ke Kufah untuk di bai’at sebagai khalifah.
Meskipun surat
yang dikirim dari Kufah tidak ada henti-hentinya, namun Imam Husin tetap tidak
mau pergi ke Kufah. Sebab beliau masih ingat betul pengkhianatan orang-orang
Kufah terhadap ayahnya dan saudaranya. Mereka mengaku sebagai Syi’ahnya Imam
Ali, tapi kenyataannya mereka justru berkhianat.
Setelah melalui
berbagai surat gagal, maka orang-orang Kufah tersebut mengutus beberapa orang
guna menemui Imam Husin, meminta agar Imam Husin mau datang ke Kufah untuk
dibai’at sebagai khalifah.
Sebagai orang yang
arif lagi bijaksana, walaupun sudah berkali-kali dikhianati oleh orang-orang
yang mengaku sebagai Syi’ahnya Ahlul Bait, beliau akhirnya mengutus Muslim bin
Agil (sepupunya) ke Kufah guna membuktikan apa yang sudah mereka sampaikan. Sesampainya
Muslim bin Agil di Kufah, puluhan ribu penduduk Kufah menyambutnya serta
membai’atnya sebagai wakil Imam Husin.
Muslim bin Agil
segera mengirim surat kepada Imam Husin memberitahukan mengenai keadaan dan apa
yang terjadi di Kufah, serta mengharap agar Imam Husin segera berangkat ke
Kufah.
Setelah menerima
surat tersebut, Imam Husin segera memutuskan untuk segera pergi ke Kufah dan
rencana tersebut beliau sampaikan kepada famili-familinya serta
sahabat-sahabatnya.
Abdullah bin Abbas (sepupu Imam Ali) begitu mendengar rencana Imam Husin tersebut segera mendatangi Imam Husin dan menasehati agar Imam Husin menggagalkan rencananya. Sebab Ibnu Abbas tahu benar watak orang-orang yang selalu mengaku sebagai Syi’ahnya Ahlul Bait tersebut.
Abdullah bin Abbas (sepupu Imam Ali) begitu mendengar rencana Imam Husin tersebut segera mendatangi Imam Husin dan menasehati agar Imam Husin menggagalkan rencananya. Sebab Ibnu Abbas tahu benar watak orang-orang yang selalu mengaku sebagai Syi’ahnya Ahlul Bait tersebut.
Dengan harapan
dapat menyelamatkan Negara dari orang-orang yang tidak layak memimpin negara,
maka Imam Husin terpaksa menolak nasihat Ibnu Abbas dan keluarganya yang lain
dan tetap berangkat ke Kufah beserta keluarga dan familinya.
Namun apa yang terjadi di Kufah?
Namun apa yang terjadi di Kufah?
Muslim bin Agil
akhirnya ditangkap dan dibunuh oleh Gubernur Kufah (Ubaidillah bin Ziyad).
Sedang orang-orang Kufah yang telah menyatakan dirinya sebagai Syi’ahnya Imam
Husin dan telah membai’at Muslim bin Agil sebagai wakil Imam Husin tersebut,
telah berkhianat. Mereka berubah haluan, mereka terpengaruh oleh bujukan dan
rayuan Ubaidillah bin Ziyad dan berbalik menjadi pengikut Yazid. Bahkan mereka
menjadi tentara yang dikirim oleh Ubaidillah bin Ziyad waktu menyerang dan
membunuh Imam Husin beserta keluarganya di Karbala.
Begitulah asal
mula terjadinya peristiwa Karbala. Satu-satunya anak laki-laki Sayyidina Husin
yang tidak mati dan selamat dari kekejaman orang-orang Syi’ah tersebut adalah
Sayyidina Ali Zainal Abidin. Beliaulah yang paling mengetahui sebab terjadinya
peristiwa Karbala.
Seorang ahli
sejarah (tokoh Syi’ah) yang dikenal dengan sebutan Al Ya’Quubi, menerangkan dalam
kitabnya sebagai berikut : Ketika Imam Ali Zainal Abidin memasuki kota kufah,
beliau melihat orang-orang Syi’ah (Syi’ah ayahnya) menangis, beliaupun berkata
kepada mereka :
“ Kalian membunuhnya tetapi kalian menangisinya. Kalianlah yang membunuhnya, lalu siapa yang membunuhnya kalau bukan kalian ? Kalianlah yang membunuhnnya.”
Itulah keterangan ulama Syi’ah, mengenai kata-kata Imam Ali Zainal Abidin dalam menanggapi tangisan orang-orang Syi’ah, atas terbunuhnya keluarga Rasulullah saw di Karbala.
Tetapi anehnya sekarang dalam berkampanye, orang-orang Syi’ah selalu membawa cerita-cerita Karbala dengan mengkambing hitamkan orang lain, padahal merekalah pembunuh dan penyebab terbunuhya Imam Husin dan keluarganya di Karbala.
“ Kalian membunuhnya tetapi kalian menangisinya. Kalianlah yang membunuhnya, lalu siapa yang membunuhnya kalau bukan kalian ? Kalianlah yang membunuhnnya.”
Itulah keterangan ulama Syi’ah, mengenai kata-kata Imam Ali Zainal Abidin dalam menanggapi tangisan orang-orang Syi’ah, atas terbunuhnya keluarga Rasulullah saw di Karbala.
Tetapi anehnya sekarang dalam berkampanye, orang-orang Syi’ah selalu membawa cerita-cerita Karbala dengan mengkambing hitamkan orang lain, padahal merekalah pembunuh dan penyebab terbunuhya Imam Husin dan keluarganya di Karbala.
Hal yang sama
dalam pengkhianatan orang-orang Syi’ah, adalah apa yang mereka lakukkan
terhadap Imam Ali bin Abi Thalib ra (ayah Imam Husin ra). Karena tidak puas
dengan keputusan Imam Ali ra dalam perdamaiannya dengan Mu’awiyah, maka
sebagian orang Syi’ah telah bersekongkol dengan musuh-musuh Imam Ali ra yang
kemudian dikenal dengan nama Khowaarij. Bahkan pembunuh Imam Ali ra yang
bernama Abdurrahman bin Muljam, adalah seorang Syi’ah yang ikut berkhianat.
Setiap muslim akan
merasa sedih dan berduka, apabila membaca atau mendengarkan sejarah terbunuhnya
Imam Husin ra dan keluarganya di Karbala. Tetapi juga dapat kita ketahui,
bagaimana ketabahan Imam Husin ra dalam menghadapi musuh yang begitu banyak.
Beliau tidak takut dan tidak gentar serta tidak mengenal taqiyah dalam
menghadapi musuh-musuhnya. Karena kebenaranlah beliau berkorban. Dan karena
berkorban itu, beliau mendapat kedudukan yang tinggi disisi Allah SWT sebagai
syahid. Sehingga tepat sekali, kalau sebelumnnya Rasulullah saw sudah
mengatakan, bahwa Sayyidina Husin ra dan Sayyidina Hasan ra adalah Sayyidaa
Syabaab Ahlil Jannah
(Pemimpin Pemuda
Surga)
Dengan demikian,
hari Asyura adalah hari kemenangan dan kegembiraan, terutama bagi Imam Husin
ra, sebab pada hari itu Imam Husin bertemu dengan orang-orang yang dicintainya,
yaitu ibunya Fatimah Az-Zahra’ ayahnya Imam Ali dan datuknya Rasulullah saw,
sehingga hari itu merupakan hari yang sudah lama dinanti-nantikanya.
Pada hari itu
beliau menghadap Tuhanya dalam keadaan berpuasa Asyura, sebagaimana yang di
sunnahkan oleh Rasulullah SAW.
Bahkan saat
saudarinya menganjurkan agar beliau membatalkan puasanya, maka beliau menjawab
”Saya akan berbuka bersama datukku Rasulullah saw.”
Itulah Imam Husin, meskipun beliau dalam peperangan, tapi beliau tetap berpuasa Asyura.
Bagaimana dengan Hadist Syiah ; menangis atas kematian Sayyidina Husin ?
Sejak dahulu orang-orang Syi’ah sudah terkenal dalam membuat hadist-hadist palsu, bahkan mereka mempunyai keahlian dalam membuat riwayat-riwayat palsu. Mereka tidak segan-segan mencatut nama-nama Ahlul Bait, demi kepentingan golongannya. Mereka juga terbiasa menghalalkan segala cara demi kepentingannya.
Itulah Imam Husin, meskipun beliau dalam peperangan, tapi beliau tetap berpuasa Asyura.
Bagaimana dengan Hadist Syiah ; menangis atas kematian Sayyidina Husin ?
Sejak dahulu orang-orang Syi’ah sudah terkenal dalam membuat hadist-hadist palsu, bahkan mereka mempunyai keahlian dalam membuat riwayat-riwayat palsu. Mereka tidak segan-segan mencatut nama-nama Ahlul Bait, demi kepentingan golongannya. Mereka juga terbiasa menghalalkan segala cara demi kepentingannya.
Begitu juga dalam memperingati hari Asyura. Ulama SyI’ah dalam usahanya menguatkan cara memperingati hari tersebut, mereka telah membuat hadist-hadist palsu dengan mengatas namakan Ahlul Bait. Diantaranya sebagai berikut :
1.
Barang siapa menangis atau menangis-tangiskan dirinya
atas kematian Husin, maka Allah akan mengampuni segala dosanya baik yang sudah
dilakukkan maupun yang akan dilakukan.
2.
Barang siapa menangis atau menangis-tangiskan dirinya
atas kematian Husin, wajiblah (pastilah) dirinya mendapat surga.
Demikianlah
jaminan dari ulama Syi’ah, cukup menangis atas kematian Sayyidina Husin ra
pasti masuk surga.
Disamping
riwayat-riwayat diatas, masih banyak lagi riwayat-riwayat palsu yang mereka
buat, tidak kurang dari 458 (empat ratus lima puluh delapan) riwayat, mengenai
ziarah kemakam Imam-imam Syi’ah, bahkan dari jumlah tersebut 338 (tiga ratus
tiga puluh delapan) khusus mengenai kebesaran dan keutamaan serta pahala besar
bagi peziarah kemakam Imam Husin ra atau ke Karbala. Sebagai contoh :
1.
Barang siapa ziarah kemakam Imam Husin sekali, maka
pahalanya sama dengan haji sebanyak 20 kali.
2.
Barang siapa ziarah kemakam Imam Husin di Karbala pada
hari arafah, maka pahalanya sama dengan haji 1.000.000 kali bersama Imam Mahdi,
disamaping mendapatkan pahalanya memerdekakan 1000 (seribu) budak dan pahalanya
bersodaqoh 1000 ekor kuda.
3.
Barang siapa ziarah ke makam Imam Husin pada Nisfu
Sya’ban maka sama dengan ziarah Allah di ‘Arasy-Nya.
4.
Barang siapa ziarah kemakam Imam Husin diKarbala pada
hari Asyura, maka akan mendapat pahala dari Allah sebanyak pahalanya orang haji
2000 kali dan diberi pahalanya orang umroh sebanyak 2000 kali dan diberi pahalanya
orang yang berperang bersama Rasululllah saw 2000 kali.
5.
Andaikata saya katakan mengenai pahalanya ziarah ke
makam Imam Husin niscaya kalian tinggalkan ibadah haji dan tidak seorangpun
yang akan mengerjakan haji.
ItuIah diantara
hadist-hadist palsu yang bersumber dari kitab Syi’ah : “ WASAAIL ASY-SYI’AH”
oleh Al Khurrul Amily ( ulama Syi’ah ).
Ulama-ulama kita
tidak ada yang melarang orang berkunjung atau berziarah ke Karbala. Bahkan
dengan berkunjung ke Karbala, kita akan mendapat pelajaran, bagaiaman kita
harus waspada dan tidak mudah menerima rayuan orang-orang syi’ah yang sejak
dulu sudah dikenal sebagai orang-orang yang suka berdusta dan berkhianat.
Sebagaimana yang mereka lakukkan terhadap Imam Ali ra dan Imam Husin ra serta
Ahlul Bait pada masa lalu.
No comments:
Post a Comment