Marquee text

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ
Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. (QS: At-Taubah 128)

17 April 2013

Ceramah Putra Syeikh ‘Abdulqâdir Al-Jailânî

Syeikh ‘Abdulqâdir Al-Jailânî bila berceramah menggunakan bahasa yang sangat sederhana.  Anak beliau yang telah banyak menuntut ilmu dan gemar berceramah berkata dalam hati, “Jika aku diizinkan berceramah, tentu akan lebih banyak orang yang menangis.”

Suatu hari Syeikh ‘Abdulqâdir Al-Jailânî ingin mendidik anaknya.  Ia berkata kepadanya, “Wahai anakku, berdiri dan berceramahlah.”  Si anak kemudian berceramah dengan sangat bagus.  Namun, tidak ada seorang pun yang menangis dan merasa khusyu’.

Mereka bahkan bosan mendengar ceramahnya.  Setelah anaknya selesai berceramah Syeikh ‘Abdulqâdir naik ke mimbar lalu berkata, “Para hadirin, tadi malam, isteriku, ummul fuqorô`, menghidangkan ayam pangang yang sangat lezat, tapi tiba-tiba seekor kucing datang dan memakannya.”  Mendengar ucapan ini, para hadirin menangis dan menjerit.

Si anak berkata, “Aneh…, aku bacakan kepada mereka ayat-ayat Quran, hadis-hadis Nabi, syair dan berbagai akhbâr, tidak ada seorang pun yang menangis.  Tapi, ketika ayahku menyampaikan ucapan yang tidak ada artinya, mereka justru menangis.  Sungguh aneh, apa sebabnya?”.


Hikmah di Balik Kisah
Habib ‘Umar bin Hafidz berkata:

Himbauan Aqidah ‘Alawiyyin


AQIDAH dan THARIQAH
SALAF AL-’ALAWIYYIN
  disusun oleh :
ALLAMAH SAYYID ALWI B. THOHIR AL-HADDAD
 
Kata Pengantar
  
Risalah ini adalah cuplikan (fragmen) dari kitab sejarah dan biografi, ditulis oleh seorang ulama besar, mantan Mufti Kerajaan Johor Baharu Malaysia Allamah Sayyid ‘Alwi b. Thahir Al-Haddad. Buku ini membahas tentang sejarah, biografi dan perilaku guru beliau AlHabib Al-Imam Ahmad b. Hasan Al-Athas dengan judul: “Uqud Al­-Almas” = Untaian-untaian intan, Kutipan ini adalah dari jilid I P.65 - 75, terbitan tahun : 1368 H./1949 M.

Pada masa hidup penulis, mulai tersebar di tengah golongan ‘Alawiyyin faham Syi’ah Imamiyah, dan mereka menuduh bahwa pendahulu-pendahulu ‘Alawiyyin adalah penganut Madzhab Syi’ah Imamiyah. Apa yang pernah terjadi pada masa hidup penulis (Sayyid ‘Alwi b. Thahir Al-Haddad) kini berulang lagi, bahkan dengan scope yang lebih luas. Hal itu disebabkan oleh terjadinya revolusi Iran. Revolusi yang membuat semua kaum muslimin bangga dan kagum karena pertama kali dalam sejarah modern sejak tumbangnya Khalifah Utsmaniyah di Turki dan gerakan yang berideologi Islam dapat tampil ke permukaan dan berhasil meraih tampuk pimpinan negara. Namun revolusi ini tampil sebagai revolusi Syi’ah dan digunakan sebagai sarana untuk mempropagandakan Madzhab ini dengan program Ekspor Revolusi Islam.

Dengan demikian maka banyak angkatan muda, orang-orang yang mengagumi dan terpesona oleh revolusi Iran, juga mengikuti faham Syi’ah Imamiyah, meninggalkan Madzhab yang telah mereka ikuti sejak pendahulu-pendahulunya. Dengan demikian timbullah sempalan baru di tengah umat ini pada umumnya dan di-tengah golongan ‘Alawiyyin pada khususnya dan terpisahlah mereka dari “Assawad Al A’dham“, yaitu mayoritas umat ini, sangat dipelihara oleh Salaf (pendahulu) kita agar kita tidak terpisah dari mereka, sebab golongan inilah yang ditentukan sebagai “Al­-Firqah An-Najiah “, yaitu golongan yang selamat di akhirat, sesuai dengan Hadits Nabi Muhammad SAW.

Thariqah ‘Alawiyyah

Thariqah Keluarga Bani ‘Alawiy

Sekilas tentang Thariqah ‘Alawiyyah

Thariqah Alawiyyah adalah suatu thariqah yang ditempuh oleh para salafus sholeh. Dalam thariqah ini, mereka mengajarkan Al-Kitab (Al-Qur’an) dan As-Sunnah kepada masyarakat, dan sekaligus memberikan suri tauladan dalam pengamalan ilmu dengan keluhuran akhlak dan kesungguhan hati dalam menjalankan syariah Rasullullah SAW.
Penjelasan di atas dinukil dari buku Qutil Qulub, karya Abul Qosim Al-Qusyairy, dan dari beberapa kitab lain.

Mereka menerangkan dengan terinci, bahwa thariqah As-Saadah Bani Alawy ini diwariskan secara turun temurun oleh leluhur (salaf) mereka : dari kakek kepada kepada ayah, kemudian kepada anak-anak dan cucu-cucunya. Demikian seterusnya mereka menyampaikan thariqah ini kepada anak cucu mereka sampai saat ini. Oleh karenanya, thariqah ini dikenal sebagai thariqah yang langgeng sebab penyampaiannya dilakukan secara ikhlas dan dari hati ke hati.

Dari situlah dapat diketahui, bahwasanya thariqah ini berjalan di atas rel Al-Kitab dan As-Sunnah yang diridhoi Allah dan Rasul-Nya. Jelasnya, Thariqah Alawiyyah ini menitik-beratkan pada keseimbangan antara ibadah mahdhah, yaitu muamalah dengan Khaliq, dengan ibadah ghoiru mahdhah, yakni muamalah dengan sesama manusia yang dikuatkan dengan adanya majlis-majlis ta’lim yang mengajarkan ilmu dan adab serta majlis-majlis dzikir dan adab. Dengan kata lain, thariqah ini mencakup hubungan vertikal (hubungan makhluk dengan Khaliqnya) dan hubungan horizontal (antara sesama manusia).

16 April 2013

Keramat Para Wali


Sayid ‘Alibin Husein Al-‘Athas ra berkata: 

            Al-‘Allamah Al-Muhaqqiq, Malikul Bayan wa Hamilu Liwail Burhan, Syeikh Musthôfa Abu Saif Al-HamamiAl-AzhariAl-Mishridalam bukunya Ghautsul ‘Ibad wa Bayanur Rasyad berkata: 

            Dewasa ini dunia dipenuhi oleh orang-orang yang mengingkari keramat para wali.  Mereka menganggap bahwa keyakinan pada kekeramatan para wali adalah peninggalan abad pertengahan.  Menurut mereka kita akan mengalami kemerosotan dalam beragama dan kehidupan dunia jika orang-orang yang mempercayai keramat para wali ini masih ada di alam ini.  Andaikata mereka berpikiran luas, tentu mereka akan melihat bahwa ada sekelompok kaum yang mempercayai keramat para wali sampai pada keyakinan bahwa di dunia ini tidak ada seorang pun yang meragukan kekeramatan para wali.  Sebab, mereka menyaksikan begitu banyak kekeramatan wali.  Hamba-hamba Allah yang saleh memandang kekeramatan sebagai hal yang biasa bagi mereka.  Sebab, setiap hari mereka melihat keramat tersebut muncul dari orang-orang mulia yang bersama mereka.

            Sesungguhnya ada dua sebab yang mungkin mendorong mereka untuk mengingkari keramat para wali.