Marquee text

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ
Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. (QS: At-Taubah 128)

29 May 2012

RIWAYAT ASSEGAF DI SUNGAI MESA, BANJARMASIN


RIWAYAT ASSEGAF DI SUNGAI MESA
Sungai Mesa merupakan sebuah kampung tua di Kota Banjarmasin. Kampung ini dibangun oleh seorang tokoh yang dikenal dengan nama Kiai Mesa Jaladri. Tidak diketahui persis, kapan Kiai Mesa membangun wilayah ini, yang jelas sejak itu Kampung Sungai Mesa menjadi wilayah tempat tinggal yang strategis.

Letaknya yang persis di tepi sungai Martapura, membuat daerah ini menjadi semacam pelabuhan kecil tempat menaik-turunkan dagangan dari perahu. Di seberang Sungai Mesa adalah Jalan Pasar Lama Laut yang sekarang menjadi pusat perkantoran pemerintah Provinsi Kalsel.

Salah satu pendatang Hadramaut yang disebut-sebut pernah bermukim di wilayah ini adalah Habib Alwi bin Abdillah Assegaf (wafat pertengahan tahun 1800-an). Belakangan Habib Alwi (menurut versi lain Habib Alwi berfam Alaydrus, red) pindah bermukim ke Kampung Melayu, Martapura. Sang tokoh yang dikenal berpengaruh ini mendapat hadiah tanah di Karang Putih, Martapura (Jalan Menteri Empat) dari Sultan Adam (penguasa kraton Banjar periode 1825-1857). Tanah ini akhirnya sebagian difungsikan menjadi makam keluarga.

Habib Alwi dilaporkan melalui perjalanan panjang dari Hadramaut-Turki-Palembang-Gresik sebelum menyinggahi Banjarmasin dan bermukim di Kampung Sungai Mesa. Tidak ada keterangan pula berapa lama beliau menjadi penduduk Sungai Mesa.

Pemukim dari golongan sayyid yang terhitung orang lama (tua) di Sungai Mesa adalah Habib Ahmad bin Abdurrahman Assegaf. Ahmad diperkirakan lahir di paruh kedua pertengahan tahun 1800-an. Ahmad memiliki saudara bernama Umar, Muhdor dan Muhammad.
“Pekerjaan Habib Ahmad berdagang kayu ulin, juga membawa tajau, belanga berdagang dengan urang Dayak,” cerita Syarifah Nikmah, 70, buyutnya yang tinggal di rumah tua peninggalan sang leluhur di Sungai Mesa. “Sidin cangkal bacari (beliau rajin bekerja/mencari nafkah).”

Umar, saudara Ahmad, bahkan berniaga hingga Negeri Raffles. “Umar adalah pedagang besar,” kata Habib Abdurrahman bin Alwi, 74, sang buyut yang juga tinggal di kawasan Sungai Mesa.
Menurut Abdurrahman, yang datang pertama kali ke Banjar adalah orangtua Umar yakni Abdurrahman bin Thoha Assegaf.
“Abdurrahman berasal dari Seiwun, datang ke Banjar tapi kemudian balik lagi ke Hadramaut,” ujarnya.

Kenang-kenangan perjalanan dagang Umar bin Abdurrahman bin Thoha Assegaf adalah batu nisan di makamnya (di pemakaman Turbah Sungai Jingah, Banjarmasin) yang diimpor dari Singapura. Putra Umar yang bernama Segaf, meneruskan tradisi dagang keluarganya bolak-balik Singapura-Pulau Pinang.

Putra Ahmad bin Abdurrahman yang bernama Muhammad berprofesi sebagai kapten kapal. Namun sejak peristiwa ia mampu menjalankan kapal yang mogok dengan kekuatan spiritual, Muhammad menjadi orang rumahan.

“Waktu hidup sidin hanya mambari banyu orang (mendoakan orang-orang yang datang berhajat). Rumah ini dulu penuh dengan orang-orang yang datang,” ujar Nikmah, sang cucu mengenang.
Keluarga Assegaf di Sungai Mesa mayoritas berasal dari rumpun marga Assegaf Assofi. Yang pertama kali menyandang marga ini adalah Umar bin Abdurrahman (almualim) bin Muhammad bin Ali bin Abdurrahman Assegaf, keturunan generasi ke-26 Nabi Muhammad SAW.

Marga Assegaf merupakan leluhur induk dari banyak keluarga Alawiyin. Abdurrahman Assegaf bin Muhammad Mauladawilah (generasi ke-22), adalah wali besar yang menurunkan 13 putra dan 7 putri. Dari putra-putra ini kelak lahir ulama-ulama besar bertaraf wali dengan kharisma dan memiliki spiritual power luar biasa, antara lain fam Alaydrus, Shahab/Shihab, AlQutban, AlMusawa, AlFakhir, Bin Syekh Abubakar, AlHamid, Bin Jindan, Bahsin dan Assofi Assegaf.

No comments:

Post a Comment