Jangan sekedar berpatokan ulama tersebut dari bangsa Arab tentu mengerti bahasa
Arab.
Hindarilah ulama yang berasal dari sekte atau firqoh yakni orang-orang yang mengikuti pemahaman ulama yang telah keluar (kharaja) dari pemahaman mayoritas kaum muslim (as-sawad al a’zham).
Hindarilah ulama yang berasal dari sekte atau firqoh yakni orang-orang yang mengikuti pemahaman ulama yang telah keluar (kharaja) dari pemahaman mayoritas kaum muslim (as-sawad al a’zham).
Talaqqi dengan ulama shaleh |
Sekte-sekte atau firqoh-firqoh itu dibentuk oleh ulama banga Arab sendiri.
Khudzaifah Ibnul Yaman berkata, “Ya Rasulullah, tolong beritahukanlah kami tentang ciri-ciri mereka!” Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjawab “Mereka adalah seperti kulit kita ini, juga berbicara dengan bahasa kita (bahasa Arab)“. Saya bertanya ‘Lantas apa yang anda perintahkan kepada kami ketika kami menemui hari-hari seperti itu?” Nabi menjawab; “Hendaklah kamu selalu bersama jamaah muslimin dan imam mereka!” Aku bertanya; “kalau tidak ada jamaah muslimin dan imam bagaimana?” Nabi menjawab; “hendaklah kau jauhi seluruh firqah (kelompok-kelompok) itu, sekalipun kau gigit akar-akar pohon hingga kematian merenggutmu kamu harus tetap seperti itu” (HR Bukhari 6557, HR Muslim 3434)
Berkata Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari XIII/36: “Yakni dari kaum kita, berbahasa seperti kita dan beragama dengan agama kita. Ini mengisyaratkan bahwa mereka adalah bangsa Arab”.
Ulama banga Arab tersebut tentu mengerti bahasa Arab namun mereka tidak memperhatikan bahwa Al-Qur’an dan As-Sunnah diturunkan Allah dan disampaikan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam bahasa Arab yang fushahah dan balaghah yang bermutu tinggi, pengertiannya luas dan dalam, mengandung hukum yang harus diterima. Yang perlu diketahui dan dikuasainya bukan hanya arti bahasa tetapi juga ilmu-ilmu yang bersangkutan dengan bahasa arab itu seumpama nahwu, sharaf, balaghah (ma’ani, bayan dan badi’).
Jika ingin menggali sendiri hukum-hukum dari Al Qur’an dan Hadits, selain menguasai nahwu, sharaf, balaghah (ma’ani, bayan dan badi’) diperlukan kompetensi seperti
a. Mengetahui dan menguasai ilmu ushul fiqh, sebab kalau tidak, bagaimana mungkin menggali hukum secara baik dan benar dari al-Quran dan as-Sunnah padahal tidak menguasai sifat lafad-lafad dalam al-Quran dan as-Sunnah itu yang beraneka ragam seperti ada lafadz nash, ada lafadz dlahir, ada lafadz mijmal, ada lafadz bayan, ada lafadz muawwal, ada yang umum, ada yang khusus, ada yang mutlaq, ada yang muqoyyad, ada majaz, ada lafadz kinayah selain lafadz hakikat. Semua itu masing-masing mempengaruhi hukum-hukum yang terkandung di dalamnya.
b. Mengetahui dan menguasai dalil ‘aqli penyelaras dalil naqli terutama dalam masalah-masalah yaqiniyah qath’iyah.
c. Mengetahui yang nasikh dan yang mansukh dan mengetahui asbab an-nuzul dan asbab al-wurud, mengetahui yang mutawatir dan yang ahad, baik dalam al-Quran maupun dalam as-Sunnah. Mengetahui yang sahih dan yang lainnya dan mengetahui para rawi as-Sunnah.
d. Mengetahui ilmu-ilmu yang lainnya yang berhubungan dengan tata cara menggali hukum dari al-Quran dan as-Sunnah.
Jika belum berkompetensi menggali sendiri dari Al Qur’an dan Hadits maka ikutilah para ulama yang sholeh dari kalangan “orang-orang yang membawa hadits” yakni para ulama yang sholeh yang mengikuti Imam Mazhab yang empat.
Allah ta’ala berfirman yang artinya “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar“. (QS at Taubah [9]:100)
Dari firmanNya tersebut dapat kita ketahui bahwa orang-orang yang diridhoi oleh Allah Azza wa Jalla adalah orang-orang yang mengikuti Salafush Sholeh.
Sedangkan orang-orang yang mengikuti Salafush Sholeh yang paling awal dan utama adalah Imam Mazhab yang empat karena Imam Mazhab yang empat bertemu dan bertalaqqi (mengaji) dengan Salafush Sholeh sehingga Imam Mazhab yang empat mendapatkan pemahaman Salafush Sholeh dari lisannya langsung dan Imam Mazhab yang empat melihat langsung cara beribadah atau manhaj Salafush Sholeh.
Imam Mazhab yang empat adalah para ulama yang sholeh dari kalangan “orang-orang yang membawa hadits” yakni membawanya dari Salafush Sholeh yang meriwayatkan dan mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
Jadi cara kaum muslim mengikuti Salafush Sholeh dengan cara bertalaqqi (mengaji) dengan para ulama yang sholeh dari kalangan “orang-orang yang membawa hadits”.
Para ulama yang sholeh dari kalangan “orang-orang yang membawa hadits” adalah para ulama yang sholeh yang mengikuti Imam Mazhab yang empat yakni para ulama yang sholeh yang memiliki ketersambungan sanad ilmu atau sanad guru dengan Imam Mazhab yang empat atau memiliki ilmu riwayah dan dirayah dari Imam Mazhab yang empat.
Bahkan kalau melalui para ulama yang sholeh dari kalangan ahlul bait, keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pada umumnya memiliki ketersambungan dengan lisannya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melalui dua jalur yakni
1. Melalui nasab (silsilah / keturunan). Pengajaran agama baik disampaikan melalui lisan maupun praktek yang diterima dari orang tua-orang tua mereka terdahulu tersambung kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
2. Melalui sanad ilmu atau sanad guru. Pengajaran agama dengan bertalaqqi (mengaji) dengan para ulama yang sholeh yang mengikuti Imam Mazhab yang empat yakni para ulama yang sholeh memiliki ilmu riwayah dan dirayah dari Imam Mazhab yang empat atau para ulama yang sholeh yang memiliki ketersambungan sanad ilmu atau sanad guru dengan Imam Mazhab yang empat
Sehingga para ulama yang sholeh dari kalangan ahlul bait, keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam lebih terjaga kemutawatiran sanad, kemurnian agama dan akidahnya.
sumber: http://www.facebook.com/ZonJonggol
No comments:
Post a Comment