Setelah
bertemu dengan pamannya di Jakarta beliau melanjutkan perjalanan ke
Surabaya disini beliau menimba ilmu dengan habib Syaikh bin Ahmad
Bafaqih Boto-putih,di Surabaya beliau menikah dan mempunyai anak
perempuan yang diberi nama Syarifah fathmah yang mana setelah dewasa
dinikahkan dengan putra saudaranya yaitu Habib Umar bin Thaha bin Ali
bin Yahya yang berjuluk Habib Umar Kendi ,selanjutnya beliau melanjutkan
perjalanannya ke Ambon menemui saudara sepupunya yaitu Habib Abdullah
bin Ali bin Abdurrahman Bin Thahir, disini beliau menikah lagi dengan
seorang gadis bernama Sangaji dan mempunyai anak yang bernama Habib Ali
bin Muhammad Bin Yahya,kemudian beliau kembali ke Surabaya dan kemudian
beliau melanjutkan perjalanan ke Tenggarong Kalimantan Timur sampai
akhir hayatnya,pada saat ke Tenggarong sekitar tahun 1877 saat itu usia
beliau 33 tahun. saat sampai di Tenggarong beliau sudah dikenal sebagai
seorang ulama,ia kemudian diminta oleh Sultan Kutai Kartanegara yaitu
Sultan Alimuddin untuk mengobati putrinya yang sedang sakit
alhamdulillah dengan izin Allah SWT sang putri sembuh.dengan penuh rasa
syukur dan senang hati Sultan Aji Alimuddin kemudian menikahkan putrinya
tersebut dengan Habib Muhammad,putri tersebut bernama Aji Aisyah dengan
gelar Aji Raden Resminingpuri (Aji Aisyah ini kakak dari Sultan
Kerajaan Kutai yang terakhir yaitu Aji Sultan Muhammad Parikesit),dari
perkawinan ini beliau mempunyai 10 orang anak enam laki laki empat
perempuan. di Kerajaan kutai Habib Muhammad diberi jabatan penghulu,yang
berwenang dalam pengaturan yang berkenaan dengan urusan urusan
keagamaan,awalnya Sultan memberi gelar Raden Syarief Penghulu dikemudian
hari ia mendapat gelar Pangeran Noto Igomo semacam Mufti yang
mengeluarkan fatwa fatwa agama atas berbagai permasalahan yang ada.
Sewaktu
di Kalimantan inilah beliau bertemu kembali dengan sahabat beliau waktu
di Hadhralmaut yaitu Habib Alwi bin Abdullah Al-Habsy yang tinggal di
Barabai Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan,walaupun tinggal didaerah
berbeda dan jarak cukup jauh persahabatan mereka terjalin dengan
kuat,diceritakan sejak di Hadhralmaut Habib Alwi mengakui kedalaman ilmu
Habib Muhammad,keduanya juga bahu membahu menyebarkan agama Islam di
Kalimantan,pada saat Habib Alwi membangun Pasar Batu Habib Muhammad
mengirimkan bantuan berupa semen dan batu,Pasar Batu adalah bangunan
beton pertama di Hulu Sungai yang merupakan tempat pasar getah (karet)
diparuh pertama abad lalu.
Habib
Muhammad bin husain Ba'bud Lawang Jawa Timur pernah memberi kan ijazah
doa yang didapatnya dari Habib Alwi bin Abdullah Al-Habsy Barabai,Habib
Alwi mendapatkannya dari Habib Muhammad bin Ali Bin Yahya tenggarong dan
Habib Muhammad mendapatkan ijazah ini dari gurunya Habib Syaikh bin
Ahmad Bafaqih Botoputih Surabaya.
Suatu
hari dimasa pendudukan jepang,Habib Qasim Baragbah dari Samarinda
berkunjung ketempat Habib Muhammad bin Yahya,beliau menginap satu
malam,dalam perbincangan saat itu Habib Muhammad menanyakan kapan Habib
Qasim kembali ke Samarinda,"besok ya Habib "jawab habib Qasim,mendengar
jawaban Habib Qasim ,beliau termenung beberapa saat dan sepertinya
beliau kurang berkenan dengan kepulangan Habib Qasim pada besok
hari,habib Qasim pun menanyakan ada apa yang menyebabkan Habib Muhammad
murung pada saat itu,beliau kemudian mengatakan bahwa beliau mendapat
isyarat seakan ia berada disebuah perahu diatas kota Samarina yang pada
saat itu gelap gulita,menurut Habib Muhammad itu pertanda kurang
baik. Habib Qasim tampaknya mempunyai keperluan yang penting sehingga
ia tetap berketetapan hati untuk pulang,Habib Muhammad kemudian berpesan
agar Habib Qasim untuk hati hati dalam perjalanan, ternyata sekembali
Habib Qasim ke Samarinda, penduduk Samarinda sedang mengalami kepanikan
yang luar biasa karena pada saat itu ada serangan dasyat dari tentara
Sekutu.
Tahun
1945 Habib Qasim Baragbah datang lagi ketempat beliau,saat itulah
beliau mengatakan bahwa Insya Allah pendudukan tentara Jepang akan
berakhir pada bulan puasa bertepatan dengan bulan Agustus 1945,benar
saja pada tanggal 14 Agustus 1945 tentara Jepang akhirnya menyerah
kepada Tentara Sekutu dan pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia
memproklamirkan kemerdekaannya.
Beberapa
hari kemudian beliau mengadakan acara syukuran atas kekalahan
penjajahan Jepang ini,acara dihadiri tokoh tokoh masyarakat dan Ulama
dari Samarinda sebanyak 200 undangan,acara tersebut bertepatan dengan
hari kedua hari raya,alhasil penduduk yang mendengar adanya acara itu
berbondong bondong datang,yang hadir membludak hingga persediaan nasi
tidak mencukupi sedangkan waktu menanak nasi tidak sempat lagi, masalah
ini kemudian disampaikan kepada Habib Muhammad, lalu ia menuju tempat
nasi tersebut yang berupa sebuah guci yang tertutup semacam kelambu
tebal,sejenak ia tampak seperti sedang berdoa dan membacakan
sesuatu,kemudian ia memindahkan tasbihnya dari tangan kanan ketangan
kirinya sambil menepuk tutup guci tersebut seraya memesankan kepada
petugas yang menjaga nasi tersebut agar setiap orang yang mengambil
nasi tersebut jangan melihat kedalam guci dan jangan berkata
kata,subhanallah hingga akhir acara berapapun banyaknya nasi yang
diambil ditempat itu seakan akan tidak pernah habis dan Alhamdulillah
akhirnya mencukupi kebutuhan semua tamu yang hadir.selain
aktif memangku jabatannya beliau juga aktif mengajarkan masyarakat ilmu
ilmunya dari ilmu syariat sampai ilmu tasawuf,semasa hidupnya beliau
curahkan segenap kemampuannya untuk kemaslahatan umat dan masyarakat di
Kerajaan Kutai dan sekitarnya.
Pada
tanggal 26 Rabi'ul awwal 1366 H atau tgl 17 Februari 1947 M rohnya yang
suci kembali Keharibaan RobbNya dalam usia lanjut yaitu 103,jasadnya
yang Mulia dimakamkan di Pekuburan Jalan Gunung Gandek Tenggarong yang
juga dikenal dengan Komplek Pemakaman Kelambu Kuning,makam Habib
Muhammad bin Ali Bin Yahya berada dalam satu ruangan dengan
istrinya,disamping ruangan Habib Muhammad bin Ali Bin Yahya Pangeran
Noto Igomo terdapat ruangan yang sama besarnya disanalah dimakamkan
Sultan Aji Muhammad Alimuddin Sultan Kutai periode 1899-1910 yang juga
mertua dari Habib Muhammad bin Ali Bin Yahya,kedua ruangan utama makam
tersebut pada bagian dalamnya diselubungi kain berwarna kuning seperti
kebanyakan kubah kubah para aulia yang ada di kalimantan,karenanya makam
tersebut dikenal orang dengan sebutan Makam Kelambu Kuning.
Alhamdulillah
mudah mudahan kita bisa mengambil hikmah dan mamfaat dari membaca kisah
kisah para Aulia ini,mudah mudahan kita bisa meneladani sifat sifat
baik dari mereka,akhirul kalam kalau ada kekurangan alfaqir minta redha
minta ampun dengan saudaraku semua,wabillahi taufik wal hidayah
assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Disarikan dari Majalah Alkisah No.02/ 26 Jan-8 Feb 2009 hal.134-139
Marquee text
- Home
- Artikel
- Salafi-Wahabi
- About Syiah
- Apakah syiah itu ?
- Apa Madhab Ahlul Bait?
- Apa Ahlussunnah Waljamaah?
- Kapan lahirnya Aqidah Aswaja ?
- perbedaan Aswaja dgn Syiah ?
- Apa dan siapa Al-Bayyinat
- Rijalul Bayyinat
- Sahabat Nabi SAW
- Khalifah Abu Bakar R.A
- Ahlul Bait
- Imam Ali K.W.
- Fatimah Az-Zahra R.A
- Alawiyyin
- Asyura
- Mut'ah
- Himbauan dari Al-Bayyinat
- Al Firgoh An Najiah
- Fatawa Imam/ Ulama
- Email Al-Bayyinat
- Link-link situs islami
- Akidah Menurut Ajaran Nabi
- Alawiyyin
- Aswaja
- Download
- Audio
- About Me
No comments:
Post a Comment