Di akhir zaman tidak ada amalan yang pasti diterima oleh Allah SWT selain bershalawat kepada Rasulullah SAW
Seminggu sepeninggal Rasulullah SAW, seorang Badwi datang ke Madinah. Ia bermaksud menjumpai Nabi.
Sesampainya di Madinah, ia menanyai sahabat yang dijumpainya. Tapi
dikatakan kepadanya bahwa Rasulullah SAW telah wafat seminggu sebelumnya
dan makamnya ada di samping masjid, di kamar Aisyah, istri Rasulullah
SAW.
Badwi itu pun sangat bersedih, air matanya bercucuran, karena tak sempat berjumpa dengan Nabi SAW.
Segera ia menuju makam Rasulullah SAW. Di hadapan makam Nabi, ia
duduk bersimpuh, mengadukan dan mengutarakan kegelisahan dan kegundahan
hatinya. Dengan linangan air mata, ia berkata, “Wahai Rasulullah, engkau
rasul pilihan, makhluk paling mulia di sisi Allah. Aku datang untuk
berjumpa denganmu untuk mengadukan segala penyesalanku dan gundah gulana
hatiku atas segala kesalahan dan dosa-dosaku, namun engkau telah pergi
meninggalkan kami. Akan tetapi Allah telah berfirman melalui lisanmu
yang suci, ‘…. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya diri mereka
datang kepadamu lalu memohon ampun kepada Allah dan Rasul pun
memohonkan ampun kepada Allah SWT untuk mereka, tentulah mereka
mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.’ – QS An-Nisa
(4): 64.
Kini aku datang kepadamu untuk mengadukan halku
kepadamu, penyesalanku atas segala kesalahan dan dosa yang telah aku
perbuat di masa laluku, agar engkau mohonkan ampunan kepada Allah
bagiku….”
Setelah mengadukan segala keluh kesah yang ada di hatinya, Badwi itu pun meninggalkan makam Rasulullah SAW.
Kala
itu di Masjid Nabawi ada seorang sahabat Nabi SAW tengah tertidur.
Dalam tidurnya ia bermimpi didatangi Rasulullah. Beliau berkata, “Wahai
Fulan, bangunlah dan kejarlah orang yang tadi datang kepadaku. Berikan
khabar gembira kepadanya bahwa Allah telah mendengar permohonannya dan
Allah telah mengampuninya atas segala kesalahan dan dosanya….”
Sahabat
tadi terbangun seketika itu juga. Tanpa berpikir panjang ia pun segera
mengejar orang yang dikatakan Rasulullah SAW dalam mimpinya.
Tak berapa lama, orang yang dimaksud pun
terlihat olehnya. Sahabat itu memanggilnya dan menceritakan apa yang
dipesankan Rasulullah SAW dalam mimpinya.
Perintah Allah SWTPenggalan
kisah itu diceritakan oleh Habib Abdurrahman Basurrah dalam peringatan
Maulid Nabi Muhammad SAW di majelis bulanan alKisah (18/10). Habib
Abdurrahman mengingatkan pentingnya mengagungkan Rasulullah SAW.
Mengagungkan Rasulullah merupakan kewajiban yang diperintahkan syari’at.
Tapi bukanlah menuhankan beliau. Mengagungkan dan menyanjung Nabi SAW
berarti menaati perintah Allah SWT.
Dalam
Al-Quran, Allah SWT selalu memanggil para nabi dengan menyebut namanya.
Seperti firman Allah SWT kepada Nabi Adam AS, “Allah berfirman, ‘Wahai
Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini…’.” – QS
Al-Baqarah (2): 33. Namun, Allah mengecualikan Rasul-Nya, Muhammad SAW,
dengan panggilan yang khusus dan agung. Allah tidak memanggil namanya,
melainkan selalu memanggilnya dengan sifat-sifat atau predikatnya.
Seperti firman Allah SWT, “Wahai orang yang berselimut.” – QS
Al-Muddatsir (74): 1. Ini menunjukkan, Allah mengistimewakan Nabi
Muhammad SAW.
Selain itu, menurut Habib Baurrah, Imam Abul Hasan
Ali Asy-Syadzilli pernah berkata, “Di akhir zaman tidak ada amalan yang
lebih baik daripada bershalawat kepada Rasulullah SAW.” Ungkapan ini
disandarkan pada firman Allah SWT, “Sesungguhnya Allah dan
malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang
beriman, bershalawatlah kalian kepada Nabi dan ucapkanlah salam
penghormatan kepadanya.” – QS Al-Ahzab (33): 56. Juga hadits shahih dari
Nabi SAW, beliau bersabda, “Barang siapa bershalawat kepadaku satu
kali, niscaya Allah bershalawat kepadanya sepuluh kali.”
Adapun
maksud ucapan Imam Abul Hasan Asy-Syadzilli tersebut adalah bahwa tidak
ada amalan yang pasti diterima kecuali shalawat kepada Rasulullah SAW.
Karena semua amalan disyaratkan padanya niat yang ikhlas semata-mata
karena Allah. Amalan yang dilakukan dengan riya’ dan sum`ah, ingin
dipuji dan didengar orang lain, tidak akan diterima oleh Allah SWT.
Namun shalawat kepada Nabi SAW, para ulama bersepakat, bagaimanapun
shalawat itu diucapkan, pasti diterima oleh Allah SWT, bahkan sekalipun
orang yang mengucapkannya itu melakukannya dengan riya’, misalnya.
Itulah
sebabnya para ulama mengatakan, sanjungan kepada Rasulullah SAW,
bagaimanapun bentuk dan tingginya, tidak akan pernah menyamai ketinggian
dan keagungan derajat beliau, karena keagungan yang beliau miliki
datangnya dari Allah SWT, Yang Mahaqadim. Maka tidak mungkin dan tidak
akan pernah pujian dan sanjungan makhluk menyamai pujian dan
sanjungan-Nya, yang kekal dan abadi. “Bila demikian, tidak ada kata
berlebihan dalam menyanjung dan mengagungkan Rasulullah SAW,” tutur
Habib Basurrah menutup taushiyahnya.
Bagai di Kaki GunungPeringatan
Maulid Nabi SAW majelis bulanan Zawiyah alKisah kali ini, selain
dihadiri karyawan Aneka Yess! Group, penerbit majalah alKisah, juga
dihadiri pembaca setia alKisah di wilayah Jabodetabek. Hadir pula para
habib asal Pekalongan, antara lain Habib Idrus Shahab, Habib Faried
Assegaf, Habib Faik Hinduan, Habib Abdurrahman, Habib Lukman Bilfagih.
Acara
diawali dengan penampilan kelompok hadrah Utan Kayu, yang membawakan
beberapa lagu pujian dan shalawat kepada Rasulullah SAW. Dilanjutkan
dengan pembacaan Maulid Simthud Durar oleh Habib Abdurrahman Basurrah.
Iringan
hadrah dan lantunan merdu shalawat yang menyelingi pembacaan Simthud
Durar membuat suasana semakin khusyu’, terlebih dengan semerbaknya
wewangian dupa dan bunga rampai Maulid khas Pekalongan, dan
menenteramkan hati segenap hadirin, ditambah lagi udara dan cuaca yang
cerah, menjadikan suasana majelis semakin terasa damai dan tenteram.
Detik demi detik, menit demi menit tak terasa berlalu. Hadirin dibuai
kekhusyu’an dan perasaannya masing-masing, menyimak untaian kisah Maulid
yang terus mengalir.
Nuansa
kerinduan kepada Rasulullah SAW semakin terasa pada saat asyraqal atau
mahallul qiyam dikumandangkan dengan nada yang indah, diiringi irama
hadrah yang syahdu. Ratusan jama’ah yang hadir memenuhi ruangan terlihat
menuangkan ekpresiknya masing-masing mengikuti lantunan asyraqal.
Menjelang
maghrib, acara pun ditutup dengan doa dan ramah tamah sambil menikmati
hidangan yang disediakan panitia. Yaitu, nasi tomat yang gurih,
dihidangkan langsung oleh shaibul bayt, Hj. Nuniek H. Musawa. Juga
martabak dan kelengkeng kiriman dari Dian Rakyat.
Tak lama
kemudian, adzan maghrib berkumandang. Jama’ah segera mempersiapkan diri
untuk mengikuti shalat Maghrib berjama’ah. Mereka berwudhu di pancuran
bambu, yang berbalutkan sabut kelapa, seperti pancuran yang mengalir
dari bukit di kaki gunung, di halaman kantor alKisah.
Setelah
selesai shalat dan doa bersama, yang dipimpin oleh Habib Basurrah,
jama’ah bersalam-salaman dan meninggalkan majelis, dan insya Allah akan
kembali lagi sebulan yang akan datang. Amin.…
MS