Hukum (Syar’i, ‘Adi Dan Akli)
الدرس الثاني : في الحكم
الحكم هو إثبات أمر لأمر أو نفيه عنه و هو ثلاثة أقسام : حكم شرعي و حكم عادي و حكم عقلي
حكم الشرعي : هو كلام الله المتعلق بفعل الشخص من حيث التكليف أو الوضع و هو خمسة أقسام : واجب و حرام و مندوب و مكروه و مباح .
الحكم العادي : هو إثبات أمر لأمر أو نفيه عنه بواسطة التكرار .
الحكم العقلي : هو إثبات أمر لأمر أو نفيه عنه من غير توقف على وضع واضع أو تكرار
أقسام الحكم العقلي : ينقسم الحكم العقلي الى ثلاثة اقسام : واجب و مستحيل و جائز .
الواجب : هو الأمر الذي لا يقبل الانتفاء لذاته و هو قسمان : ضروري كالتحيز للجرم و نظري كالقدم للمولى سبحانه و تعالى .
المستحيل
: هو الأمر الذي لا يقبل الثبوت لذاته و هو قسمان : ضروري كخلو الجرم عن
الحركة و السكون و نظري كوجود الشريك لله سبحانه و تعالى .
الجائز
: هو الأمر الذي يقبل الانتفاء و الثبوت على التناوب فيستوي إمكان وجوده و
عدمه . و هو قسمان ضروري كحركة الجرم أو سكونه و نظري كقلب الحجر ذهبا و
انقلاب العصا ثعبانا بقدرة الله تعالى
حدوث
العالم : العالم حادث لانه مكون من أجرام و أعراض ، فالأعراض كالحركة و
السكون و الألوان حادثة لانها متغيرة و الأجرام كالذوات حادثة لانها ملازمة
للأعراض الحادثة و ملازم الحادث حادث فالعالم حادث .
|
PELAJARAN KEDUA: HUKUM
SYARAH
Hukum artinya adalah sekumpulan peraturan yang menetapkan suatu
perbuatan dan melarang suatu perbuatan. Jika seseorang telah melanggar
salah satu dari hukum peraturan tersebut, maka ia akan dikenakan sanksi,
atau diambil tindakan oleh undang-undang yang tertera dan tercatat di
dalam peraturan itu sendiri.
Hukum yang dibicarakan di sini terbagi atas tiga bagian:
1. Hukum Syar’i (Syari’at / Fiqih) :
Hukum yang berkaitan dengan perintah dan larangan Allah.
2. Hukum ‘Adi (Adat/Kebiasaan) :
Hukum yang berkaitan dengan adat atau kebiasaan manusia.
3. Hukum ‘Akali:
Hukum yang berkaitan dengan akal manusia.
1- HUKUM SYAR’I
Hukum Syar’i adalah hukum yang berkaitan dengan perintah dan larangan
Allah terhadap manusia. Hukum syar’i tentu bidangnya lebih lengkap dan
luas. Kelengkapan ini timbul karena hukum syar’i tidak dibuat oleh
manusia dan tidak dipengaruhi oleh perbuatan manusia, murni dari Allah.
Hukum ini dibuat dan ditentukan oleh syara’ atau agama. Maka tidak ada
suatu apapun dari kehidupan manusia yang tidak diatur oleh agama Islam.
Hukum Syar’i ialah hukum-hukum Islam yang merupakan perintah dan
larangan Allah dan setiap muslim mukallaf yakni yang sudah akil baligh
dan ber’akal sehat wajib baginya untuk mengetahui hukum-hukum tersebut.
PEMBAGIAN HUKUM SYAR’I
Hukum Syar’i dibagai menjadi 5 bagian:
a- Wajib / Fardhu
b- Haram
c- Mandub / Sunnah
d- Makhruh
e- Mubah
A- WAJIB (FARDHU)
Wajib merupakan suatu hal yang wajib atau harus dilakukan atas diri
setiap muslim mukallaf (akil dan baligh) baik laki-laki atau perempuan.
Wajib atau Fardhu ialah suatu hukum yang apabila dilakukan mendapat
pahala atau balasan baik dari Allah dan jika ditinggalkan maka akan
berdosa dan mendapat ganjaran siksaan di akhirat.
Wajib ada dua macam:
1- WAJIB/FARDHU ’AIN
Wajib ‘Ain atau Fardhu ‘Ain: ialah wajib yang harus dilakukan atas
diri setiap muslim mukalaf (berakal sehat dan baligh) baik ia laki-laki
atau perempuan. Karena ia mengandung wajib yang berat, maka harus
dilakukan dan tidak boleh ditinggalkan terkecuali memiliki udzur yang
kuat, itupun wajib dilakukan walaupun dengan isyarat, atau menggantinya
pada hari yang lain, atau membayar fidhyah. Contohnya sholat lima waktu
sehari semalam. Sholat ini wajib dilakukan oleh setiap muslim akil dan
baligh, laki laki atau perempuan dalam keadaan apapun sholat ini wajib
dilakukan, jika memiliki udhur sholatnya wajib atau harus dilakukan,
walaupun dengan isyarat hukum sholat ini wajib atau harus dilakukan.
Jika sudah tidak mampu sama sekali untuk dilakukan maka wajib diganti
dengan membayar fidyah. Begitu pula puasa pada bulan Ramadhan, membayar
zakat setelah sampai nisabnya dan melaksanakan ibadah haji jika mampu
dan lain sebagainya.
2- WAJIB/FARDHU KIFAYAH
Wajib Kifayah atau Fardhu Kifayah: yaitu pekerjaan yang wajib
dilaksanakan oleh setiap muslim mukallaf (berakal sehat dan baligh).
Tetapi jika sudah ada satu diantara sekian banyak orang yang sanggup
melaksanakannya, maka terlepaslah kewajibannya untuk dilakukan.
Contohnya: mendirikan sholat jenazah. Sholat ini wajib dilakukan oleh
setiap muslim. Jika tidak dilakukan sholat bagi mayat maka semua muslim
akan berdosa dan jika salah seorang telah melakukanya maka terlepaslah
kewajiban bagi semuanya.
B- HARAM
Haram ialah suatu larangan yang apabila ditinggalkan mendapat pahala
dan jika dilakukan akan berdosa. Setiap pelanggaran dari perbuatan yang
dilarang itu dinamakan perbuatan ma’siat dan dosa, diantaranya: minum
arak, berzina, membunuh, berjudi, berdusta, menipu, mencuri, mencaci
maki dan masih banyak lagi contoh contoh lainnya. Dengan sangsi, jika
seorang muslim mati dan belum sempat bertaubat, menurut hukum syara’ ia
akan disiksa karena dosa-dosa yang telah diperbuatnya.
C- MANDUB (SUNNAH)
Mandub atau Sunnah ialah suatu pekerjaan yang apabila dikerjakan
mendapat pahala dan jika ditinggalkan tidak berdosa. Sesuatu yang mandub
atau sunnah akan lebih baik jika dilaksanakan karena bisa menambal
sulam kekurangan ibadah kita. Mandub atau Sunnat ini sering juga disebut
Mustahab yaitu sesuatu perbuatan yang dicintai Allah dan Rasul Nya.
Hukum Mandub /Sunnat terbagi 4 bagian:
1- Sunnah Hai-at atau Sunnat ‘Ain: yaitu suatu perbuatan yang
dianjurkan untuk dilaksanakan oleh setiap muslim, seperti sholat sunat
rawatib. (sebelum atau sesudah sholat fardhu), sholat tahajjut, sholat
tasbih, sholat dhuha dan sholat-sholat yang banyak lagi.
2- Sunnah Kifayah: yaitu suatu pekerjaan yang dianjurkan untuk
dilaksanakan oleh setiap muslim, namun sunnah ini cukup jika telah
dilaksanakan oleh satu orang. Misalnya memberi salam, menjawab orang
yang bersin dan lain-lain.
3- Sunnah Muakkadah yaitu suatu pekerjaan yang selalu dilaksanakan
oleh Rasulullah saw seperti sholat Idul Fitri dan sholat Idul Adhha dan
sebagainya.
4- Sunnah Ghairu Muakkadah: yaitu segala sunat yang tidak selalu
dikerjakan oleh Rasulullah saw, misalnya puasa tasua’ pada tanggal 9
Muharram yang ingin dilaksanakan oleh Nabi saw namun belum sempat
dilakukannya beliau keburu wafat, kemudian para sahabat melanjutkannya
berpuasa pada tanggal tersebut. Dan masih banyak lagi yang kita bisa
cari dalam kitab fiqih
Hikmah Dan Atsar:
Ada yang perlu diketahui bahwa di dalam Wajib ada yang terkandung
Sunnah, contohnya, sebelum shalat dianjurkan untuk berwudhu’. Dan
berwudhu’ itu wajib hukumnya, adapun meratakan air ke tempat anggota
wudhu’ adalah sunah. Begitu pula sebaliknya di dalam Sunnah ada yang
terkandung Wajib. Contohnya: jika seseorang melaksanakan sholat sunnat
tanpa wudhu’, maka sudah pasti sholatnya tidak sah. Karena wudhu’
merupakan perbuatan yang wajib dilakukan oleh seseorang sebelum
melaksanakan sholat, tidak perduli apakah itu sholat sunnat atau sholat
wajib. Sebagaimana wajib Berwudhu’, wajib pula menghadap kiblat, wajib
pula membaca surat Fatihah dalam sholat, wajib pula ruku’ dan sujud dan
wajib pula salam. Demikian seterusnya.
D- MAKRUH
Makruh ialah sesuatu perbuatan yang dibenci didalam agama Islam,
tetapi tidak berdosa jika dilakukan, dan berpahala jika ditinggalkan,
misalnya memakan makanan yang membuat mulut menjadi bau seperti memakan
bawang putih, jengkol dan petai, juga merokok dan lain sebagainya.
E- MUBAH
Mubah dalam Syara’ ialah sesuatu pekerjaan yang boleh dilakukan atau
boleh juga ditinggalkan. Jika ditinggalkan tidak berdosa dan jika
dikerjakan tidak berpahala, misalnya makan, minum, tidur, mandi dan
masih banyak lagi contoh contoh lainya. Mubah dinamakan juga Halal atau
Jaiz. Namun, kadang-kadang yang mubah itu, bisa menjadi sunnah.
Umpamanya, kita makan tetapi diniatkan untuk menguatkan tubuh agar lebih
giat beribadah kepada Allah, atau berpakaian yang bagus dengan niat
untuk menambah bersihnya dalam beribadah kepada Allah, bukan untuk ria’
atau menunjukkan kesombongan dalam berpakaian, dan lain sebagainya.
(lihat kitab Ad-Durusul Fiqhiyyah juz ke 4 oleh Habib Abdurahman bin
Saggaf Assagaf)
2- HUKUM ’ADI (HUKUM ADAT/KEBIASAAN)
Hukum ‘Adi atau Hukum Adat/Kebiasaan ialah menetapkan sesuatu bagi
sesuatu yang lain, atau menolak sesuatu karena sesuatu itu sudah ada
karena kejadian yang berulang-ulang.
Misalnya api itu panas dan dapat membakar kertas. Jika orang
berpegang teguh pada kebiasaan yang telah diketahui secara
berulang-ulang itu, maka ditetapkan suatu hukum bahwa setiap api itu
panas dan mesti dapat membakar segala macam kertas. Dan apabila
dikatakan sebaliknya maka adalah muhal atau mustahil, atau hal yang aneh
atau tidak bisa dipercaya dan tidak diterima oleh akal.
Kejadian diatas merupakan kepastian dari kebiasaan yang telah
terbukti kepastiannya dengan berulang kali. Adapun menurut pendapat
akal, kejadian itu masih harus disebut hal yang mungkin saja terjadi,
dan mungkin saja tidak terjadi.
Maka dari itu, jelas bahwa hukum adat/kebiasaan tidak sama dengan hukum akal.
Menurut akal, masih perlu diselidiki apakah yang menyebabkan adanya
adat atau kebiasaan itu? Apakah yang menyebabkan api itu panas dan dapat
membakar? Dan apakah yang menyebabkan air mengalir ke tempat yang
rendah? Dan apa yang menyebabkan tiap-tiap zat mempunyai sifat dan
tabiat yang berlainan? Demikian seterusnya.
3- HUKUM AKLI (HUKUM AKAL)
Arti hukum Akal itu, adalah menetapkan sesuatu keadaan untuk adanya
sesuatu. Atau mentiadakan sesuatu karena ketidakadaanya sesuatu itu.
Misalnya, tidak mungkin ada sebuah rumah jika tidak ada tukang
pembuat rumah tersebut. Maka jatuhlah hukum mustahil adanya. Karena
tidak mungkin rumah itu bisa membentuk dirinya sendiri. Jadi harus ada
yang membentuk rumah itu. Rumah merupakan bukti nyata akan keberadaanya
tukang pembuat rumah. Demikian pula kayu tidak mungkin akan bisa menjadi
kursi dengan sendirinya jika tidak ada tukang kayu yang memotong kayu
lalu membuatnya menjadi kursi. Jadi kursi merupakan bukti nyata akan
keberadaannya tukan kayu. Demikianlah suatu contoh pengambilan hukum
akal. Dan kita bisa mengkiyaskan dengan contoh contoh yang lainya
sehingga selanjutnya menjadi berkembang pengertiannya yang kemudian
menjadi suatu cabang ilmu yang sangat penting bagi masyarakat.
Dari contoh contoh diatas kita bisa menggambil bukti akan keberadaan
Allah. Allah itu ada karena adanya ciptaan yang diciptakan-Nya. Adanya
langit, bumi dan seisi isinya merupakan bukti kuat akan keberadaan
Allah. Tidak mungkin langit, bumi dan seisi isinya jadi dengan
sedirinya. Sudah pasti ada yang menciptakannya.yaitu Allah.
Hikmah Dan Atsar
Ada satu kisah menarik. Seorang Arab Badui (Arab dari pegunungan)
ditanya ”Dari mana kamu mengetahui bahwa Allah itu ada” . kebetulan di
muka orang Badui tadi ada segunduk kotoran unta. Badui itu menjawab
”Kamu lihat kotoran unta ini! Setiap ada kotoran unta pasti ada
untanya”.
Jadi yang dinamakan Akal yang sempurna ialah suatu cahaya yang
gemilang dan terletak didalam hati seorang mukmin dan dengan Akal yang
jernih itu kita akan bisa membagi Hukum Akal ini menjadi tiga bagian:
1- Wajib
2- Mustahil
3- Jaiz
1- WAJIB
Wajib yaitu sesuatu yang tidak dapat diterima oleh akal akan ketidakberadaanya. Wajib di sini terbagi atas dua bagian:
a- Wajib Dharuri yaitu sesuatu yang bisa dimengerti tanpa bukti, atau
sesuatu yang tidak bisa diterima oleh akal akan ketidakberadaanya tanpa
memerlukan dalil atau keterangan secara rinci. Contohnya setiap dzat
yang hidup itu wajib ada nyawanya, jika tidak bernyawa maka sudah pasti
ia tidak akan bisa hidup alias mati.
b- Wajib Nadhari yaitu sesuatu yang bisa dimengerti setelah
menggunakan bukti, atau sesuatu yang tidak bisa diterima oleh akal akan
ketidakberadaanya dengan bersenderkan kepada dalil atau keterangan.
Misalnya Allah itu wajib ada. Hal ini memerlukan dalil dan keterangan
yang kuat.
2- MUSTAHIL
Mustahil merupakan kebalikan dari wajib yaitu sesuatu yang tidak bisa
diterima akal akan keberadaanya. Mustahil juga dibagai menjadi dua
bagian:
a-Mustahil Dharuri yaitu sesuatu yang tidak bisa diterima oleh akal
akan keberadaanya tanpa memerlukan dalil atau keterangan. Misalnya
mustahil seorang anak melahirkan Ibunya. Mustahil keberadaan sang ibu
berasal dari anaknya. Bukankah ini sesuatu yang mustahil? Sudah pasti
ini merupakan hal yang mustahil terjadi tanpa menggunakan dalil atau
keterangan.
b-Mustahil Nadhari yaitu suatu yang tidak bisa diterima oleh akal
akan keberadanya dengan memerlukan dalil atau keterangan. Misalnya Allah
itu mustahil mempunyai anak. Ini memerlukan dalil dan keterangan yang
kuat.
3- JAIZ (MUNGKIN)
Jaiz yaitu sesuatu yang mungkin saja ada atau mungkin tidak adanya. Jaiz ini pula dibagi dua:
a- Jaiz Dharuri yaitu jaiz yang tidak memerlukan dalil atau
keterangan, contohnya, ada seorang ibu melahirkan anak kembar sebanyak
4. Kejadian seperti ini mungkin saja bisa terjadi atau mungkin saja
tidak terjadi tanpa menggunakan dalil atau keterangan lebih dahulu.
b- Jaiz Nadhari: yaitu Jaiz yang memerlukan dalil atau keterangan
yang kuat. Contohnya sebuah batu mungkin bisa berobah menjadi emas. Hal
ini memerlukan dalil dan keterangan yang kuat. Contoh lainya sebuah
tongkat mungkin bisa berobah mejadi ular. Kemungkinan ini memerlukan
dalil dan keterangan yang kuat. Tentu semua ini terjadi dengan seizin
Allah tapi harus menggunakan dalil dan keterangan yang kuat.
Yang tertera diatas adalah pengambilan contoh pada Hukum Akal. Dan
kita bisa mengembangkannya jauh lebih luas lagi, sehingga benar-benar
bisa menjadi pelajaran yang mendalam tentang ilmu tauhid.
Hikmah Dan Atsar
jika ada orang mengatakan wajib atas tiap tiap Mukallaf (akil dan
baligh) maksudnya adalah wajib menurut hukum syara’. Dan jika orang
mengatakan wajib bagi Allah dan Rasul-Nya maksudnya adalah wajib
menurut hukum akal. Dan jika orang mengatakan wajib bagi makhluk Nya,
maksudnya adalah wajib menurut hukum ‘adi atau hukum adat/kebiasaan, dan
seterusnya. Wallahua’lam
sumber:
http://hasanassaggaf.wordpress.com