Tsauban, namanya; seorang pemuda yang tertawan dan menjadi budak akibat
kekalahan yang dialami kaumnya di suatu peperangan. Ia dibeli oleh
Rasulullah s.a.w. yang kemudian memerdekakannya. Tetapi kemerdekaan yang
telah dimilikinya kembali tidak pernah membuatnya pergi meninggalkan
sosok yang memerdekakannya. Ia bahkan makin bertambah cinta kepada
Rasulullah yang menjadi sebab keislaman
dan kemerdekaannya itu. Ia bahkan telah berikrar untuk mengabdikan diri
kepada Rasulullah s.a.w. selama hidupnya.
Tsauban sangat
sentimentil dalam cintanya kepada Rasulullah, sehingga ia tidak sanggup
berpisah lama dengan beliau. Namun tidak selamanya pencinta dan sang
kekasih dapat bersama-sama; perpisahan dengan orang yang dicintai
kadang-kadang harus terjadi, walau hanya untuk beberapa saat. Itulah
derita yang dialami oleh Tsauban dari waktu ke waktu.
Pada
suatu hari Tsauban kembali muncul di hadapan Rasulullah s.a.w. Namun
dalam keadaan yang sangat memprihatinkan. Wajahnya pucat pasi, tubuhnya
makin mengurus, dan kesedihan tampak jelas mewarnai seluruh raut
wajahnya. “Gerangan apakah yang membuatmu kelihatan begitu sengsara, Tsauban?” tanya Rasulullah kepadanya.
DIALOG HABIB ALI AL-JUFRI HAFIZAHULLAH DENGAN KURT WESTERGAARD (Pelukis karikatur Nabi Muhammad)
Habib Ali adalah sosok da`i muda yang energik, santun selalu tersenyum dan mengingatkan kita kepada Allah bila melihat
wajahnya. Dakwahnya di fokuskan ke Negara-negara Eropa hingga Amerika,
beliau salah satu murid dari guru mulia Al- Arif Billah Al- Allamah
Habib Umar bin Hafidz, atas perintah gurunya beliau datang ke Indonesia
dan memberikan tausyiah di Monas acara Dzikir Akbar bersama Majelis
Rasulillah SAW pimpinan Sayyid Munzir Al-Musawa. Dengan zin Allah Ta`ala
beliau terpilih untuk bertemu dengan Kurt Westergaard seorang yang membuat karikatur Nabi Muhammad SAW yang nyeleneh
dan menyebar ke pelbagai penjuru dunia, membuat ummat islam marah.
Kurt
tampak gelisah,berbicarapun terlihat super hati-hati, berbeda seratus
delapan puluh derajat dengan Habib Ali, tenang, khusu`, ramah, santun
dan senantiasa tersenyum. Sama sekali tidak terlihat kemarahan di
wajahnya. Sampai-sampai Kurt terheran-heran, mengapa Habib Ali Al Jufri
yang sosok perawakannya seperti manusia yang pernah ia gambar, Rasulullah SAW yang bersorban dan berjubah bersikap sedemikian rupa.
“Mengapa anda menerima saya? padahal saya ini dicari-cari orang-orang
Islam sedunia untuk di bunuh. Mereka menganggap saya menghina Rasulullah
SAW karena membuat gambarnya. Tapi ketika saya bertemu anda. Anda tidak
marah malah sebaliknya. Mengapa?”, Tanya Kurt.
Ketika masih kecil Husain (cucu Rasulullah Saw.) bertanya kepada
ayahnya, Sayidina Ali ra: "Apakah engkau mencintai ...Allah?" Ali ra
menjawab, "Ya".
Lalu Husain bertanya lagi: "Apakah engkau mencintai kakek dari Ibu?" Ali ra kembali menjawab, "Ya".
Husain bertanya lagi: "Apakah engkau mencintai Ibuku?" Lagi-lagi Ali menjawab,"Ya". Husain kecil kembali bertanya: "Apakah engkau mencintaiku?" Ali menjawab, "Ya".
Terakhir Husain yang masih polos itu bertanya, "Ayahku, bagaimana engkau menyatukan begitu banyak cinta di hatimu?"
Kemudian Sayidina Ali menjelaskan: "Anakku, pertanyaanmu hebat! Cintaku
pada kakek dari ibumu (Nabi Saw.), ibumu (Fatimah ra) dan kepada kamu
sendiri adalah karena cinta kepada Allah".
Karena sesungguhnya semua cinta itu adalah cabang-cabang cinta kepada Allah Swt