Ketika
mencium tangan Kiyai dipermasalahkan.
“Kalo
kepala kita sudah diusap Kiyai, seolah ada jaminan kamu pasti surga. Sehingga
berebut mereka mencium tangan kiyainya. Dan kiyainyapun seolah-olah memberikan
pemahaman kepada muridnya dengan mudahnya tangannya selalu diangkat untuk
dicium oleh murid-muridnya. Bahkan kadang-kadang tangannya dibawah agar
muridnya ruku’ mencium tangannya itu.
Siapa
anda wahai kiyai?
Apakah
stempel surga ada di tanganmu? Apakah surga Allah ada pada orang-orang yang
menciummu dan mencium kakimu?
Rosul
manusia terbaik dipermukaan bumi tak seorangpun yang mencium kaki beliau.
Manusia terbaik sepanjang kehidupan sejarah manusia yang ada di permukaan bumi.
Mulai dari Nabi Adam sampai hari kiamat tak seorangpun dibiarkan ruku’ di depan
beliau.
Siapa
anda?
Agama
apa yang anda ajarakan kepada manusia? Anda tidak lebih mulia dari abu bakar,
Anas bin Malik, Abu Hurairah, Anda tidak lebih mulia dari Jabir bin Abdillah,
Abdullah Bin Abbas, Abdullah Bin Umar, Abdullah Bin Mas’ud, Anda tidak lebih
mulia dari Abu Said Al Khudri. Tak seorangpun manusia-manusia mulya yang
disebutkan oleh Allah dalam Al Qur’an sebagai Muhajirin dan Anshar yang
dilakukan itu oleh umat kepada mereka.Tapi andai Abu Bakar dan Umar, Utsman dan
Ali tidak memiliki itu. Anda tidak lebih mulia dari Abu Bakar, Anas Bin Malik,
Abu Hurairah, Abu Hurairah, siapa anda? Apatah lagi kalo kami tahu ketika
umat sedang melaksanakan sholat jum’at anda tidak ada di masjid.
Siapa
anda? OMONG
KOSONG”.
Sumber: http://www.youtube.com/watch?v=ogv9TMuDTPM&feature=related
*******
PROLOG
Tulisan
diatas adalah cuplikan dari ceramah Ustadz Maududi Abdullah, Lc, salah seorang
penceramah di Radio Rodja[1] Cileungsi Bogor, tentang fenomena mencium tangan
kiyai. Kiyai memang manusia yang tak luput dari dosa dan anti kritik. Tapi
kritik itu ada yang ditujukan untuk membangun, ada juga yang bersifat fitnah
yang berimbas pada pecah belahnya ummat.
Tak
setiap anggota DPR itu doyan korupsi, tak setiap kiyai yang mau dicium tangannya
pun salah. Ada kiyai yang benar-benar mewarisi Para Nabi tapi tak sedikit juga
kiyai gadungan yang bermantel jubah putih, berjenggot dan berpeci tapi berhati
tidak baik. Jika dirasa profesi kiyai sudah tidak menguntungkan, dia akan
berpindah profesi sehingga menjadi “Mantan kiyai”. Kalo mantan preman jadinya
bagus, kok ya ada juga mantan kiyai?.
Permasalah
sebenarnya bukan pada kritik Kiyainya. Boleh saja orang mengkritik orang lain.
Tapi bagaimanakah sebenarnya hukum “Mencium Tangan Kiyai atau Orang Yang Lebih
Alim” dalam islam?. Karena mencium tangan orang lain yang lebih mulia itu sudah
menjadi tradisi dalam masyarakat Indonesia pada umumnya.
HADITS-HADITS
TENTANG MENCIUM TANGAN
Jika
kita mau melihat lagi hadits-hadits Nabi secara lebih komprehensif, akan kita
temukan kisah-kisah para salaf [yang benar-benar salaf secara zaman dan manhaj]
mengenai hal ini. Hadits-hadits shahih tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama,
hadits shahih riwayat Az Zarra’ dalam Sunan Abi Daud:
عن الزارع العبدي وكان من وفد عبد قيس قال: لما قدمنا المدينة،
فجعلنا نتبادر من رواحلنا فنقبل يد النبي صلى الله عليه وسلم ورجله. قال: وانتظر
المنذر الأشج حتى أتى عيبته فلبس ثوبيه، ثم أتى النبي صلى الله عليه وسلم فقال
له:إن فيك خلتين يحبهما الله الحلم والأناة. قال: يا رسول الله أنا أتخلق بهما أم
الله جبلني عليهما؟قال: بل الله جبلك عليهما. قال: الحمد لله الذي جبلني على خلتين
يحبهما الله ورسوله.
Artinya:
Dari Az Zarra’ al abidiy dia termasuk utusan Abdu Qais berkata: “Ketika
kami sampai ke Madinah, kami bergegas turun dari kendaraan kami lalu kami
mencium tangan dan kaki Nabi Muhammad ShallaAllah alihi wa sallam.”
Al hadits[2]
Kedua,
Hadits shahih riwayat Usamah bin Syuraik
عن أسامة
بن شريك قال: قمنا إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقبلنا يده
Artinya:
Dari Usamah bin Syuraik berkata, “Kami berdiri kepada Nabi Muhammad lalu kami
mencium tangannya”[3]
Ketiga,
Hadits shahih dari Jabir
عن جابر
أن عمر قام إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقبل يده
Artinya:
Dari Jabir bahwa Umar berdiri kepada Nabi lalu mencium tangannya.[4]
Keempat,
Hadits Shofyan bin ‘Assal
عن صفوان
بن عسال أن يهوديا قال لصاحبه: اذهب بنا إلى هذا النبي صلى الله عليه وسلم .قال:
فقبلا يده وقالا: نشهد أنك نبي الله صلى الله عليه وسلم.
Artinya:
Bahwa ada seorang Yahudi berkata kepada temannya, Ajaklah kami kepada Nabi ini
shallaAllahu alaihi wa sallam. Lalu ia berkata: kedua orang itu lalu mencium
tangan Nabi seraya berkata, kami bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah
subhanahu wa ta’ala.[5]
Kelima,
hadits shahih dari Hud bin Abdullah
عن هود
بن عبد الله بن سعد قال:سمعت مزيدة العبدي يقول: وفدنا إلى رسول الله صلى الله
عليه وسلم قال: فنزلت إليه فقبلت يده.
Artinya:
Dari Hud bin Abdullah bin Saad berkata, Saya mendengar Mazidah al Abidiy
berkata, kita mengutus utusan kepada Nabi Muhammad shallaAllahu alaihi wa
sallam. Lalu utusan itu dating kepada Nabi dan mencium tangannya.[6]
Dari
beberapa hadits diatas kita bisa lihat bahwa para shahabat dahulu juga ada yang
mencium tangan Nabi Muhammad shallaAllahu alaihi wa sallam. Lantas apakah
khusus kepada Nabi saja?
MENCIUM
TANGAN ITU BUKAN KEKHUSUSAN NABI MUHAMMAD SHALLAALLAHU ALAIHI WA SALLAM
Barangkali
ketika membaca beberapa riwayat tadi, ada sebagian yang menyangkal, “Oh, itu
khusus kepada Nabi!” lantas siapakah kiyai?.
Mari
kita baca lagi beberapa riwayat lain.
عن عمار
بن أبي عمار أن زيد بن ثابت ركب يوما، فأخذ ابن عباس بركابه فقال: تنح يا ابن عم رسول الله صلى الله عليه
وسلم. فقال: هكذا أمرنا أن نفعل بعلمائنا وكبرائنا .فقال زيد أرني يدك، فأخرج يده
فقبلها، فقال: هكذا أمرنا أن نفعل بأهل بيت رسولنا صلى الله عليه وسلم
Artinya:
Dari Ammar bin Abi Ammar bahwa Zaid bin Tsabit pernah mengendarai hewan
tunggangannya, lalu Ibnu ‘Abbaas mengambil tali kekangnya dan menuntunnya. Zaid
berkata : “Jangan engkau lakukan wahai anak paman Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam”.
Ibnu
‘Abbaas berkata : “Beginilah kami diperintahkan untuk memperlakukan
(menghormati) ulama kami”. Zaid berkata : “Kemarikanlah tanganmu”. Lalu Ibnu
‘Abbaas mengeluarkan tangannya, kemudian Zaid menciumnya dan berkata :
“Beginilah kami diperintahkan untuk memperlakukan (menghormati) ahli bait Nabi
kami shallallaahu ‘alaihi wa sallam”[7].
Beginilah
para salaf dahulu diajarkan. Saling menghormati sesama muslim adalah kebiasaan
para shahabat.
Riwayat
lain menyebutkan:
عن ابن
جدعان قال سمعت ثابتا –هو البناني-يقول لأنس: مسست رسول الله صلى الله عليه وسلم
بيديك؟ قال: نعم. قال: فأعطني يدك. فأعطاه فقبلها.
Artinya:
Dari Jad’an berkata, saya mendengar Tsabit Al Bunani berkata kepada Anas,
“Apakah engkau pernah menyentuh Rasulullah dengan tanganmu? Anas menjawab, iya.
Lalu Tsabit berkata, “Kemarikan tanganmu!”. Maka Anas memberikan tangannya lalu
dicium oleh Tsabit.[8]
Riwayat
lain menyebutkan:
عن ذكوان
أن صهيب مولى العباس قال: رأيت عليا رضي الله عنه يقبل يدي العباس أو رجله ويقول:
أي عم ارض عني.
Artinya:
Dari Dzakwan diceritakan bahwa Shuhaib maula Abbas berkata, Saya melihat Ali
RadhiyaAllahu anhu mencium kedua tangan Abbas atau kakinya dan berkata, Wahai
pamanku! Berikanlah keridhaan kepadaku.[9]
PENDAPAT
IMAM MADZHAB TENTANG MENCIUM TANGAN
1.
Hanafiyyah
Imam At
Thahawi dalam Hasyiahnya kepada kitab Maraqil Falah[10] berkata setelah
menuturkan dalil bolehnya mencium tangan, “Dapat diketahui dari sekian dalil
yang telah saya sebutkan bahwa boleh mencium tangan, kaki, kepala, jidat, bibir
dan diantara dua mata. Kesemuanya jika diniatkan untuk menghormati. Tetapi jika
dengan syahwat maka itu tidak dibolehkan kecuali jika suami istri.”
Muhammad
bin Ali al Hanafi al Hashkafi dalam kitab ad Durr al Mukhtar[11] berkata,
“Tidak masalah mencium tangan hakim yang bagus agamanya dan pemimpin yang adil,
dikatakan juga hukumnya sunnah mencium kepala orang alim, sebagaimana
disebutkan dalam al Bazzazah.”
2.
Malikiyyah
Abu al
Hasan al Miliky dalam kitab Kifayatu At Thalib[12] mengatakan, “Imam Malik
memakruhkan mencium tangan orang lain baik orang itu alim, bapak, tuan atau
suami. Karena itu termasuk kebiasaan orang Ajam.
Tetapi
Ibnu Batthal berkata bahwa yang dimakruhkan mencium tangan orang yang dzolim
dan sombong. Adapun tangan seorang yang shalih dan orang yang diharapkan
barakahnya maka itu boleh.”
3.
Syafi’iyyah
Imam
Nawawi berkata: “Mencium tangan seorang laki-laki dikarenakan kezuhudan,
keshalihan, ilmu yang dimiliki, kemuliaannya, penjagaannya, atau yang lainnya
dari perkara-perkara agama tidaklah dibenci, bahkan disukai. Namun apabila hal
itu dilakukan karena faktor kekayaan, kekuasaan, atau kedudukannya di mata
orang-orang, maka hal itu sangat dibenci. Dan berkata Abu Sa’iid Al-Mutawalliy
: "Tidak diperbolehkan”[13]
Bahkan
Imam Nawawi membuat satu bab khusus dalam kitabnya Riyadhu as Sholihin[14]: Bab
disunnahkannya mushofahah/berjabat tangan ketika bertemu, wajah yang riang dan
mencium tangan orang yang shalih”.
Al
Hafidz Ibnu Hajar telah menjelaskan secara terperinci beserta dalil-dalilnya
tentang kebolehan mencium tangan orang lain karena agamanya. Sebagaimana
diterangkan dalam kitab beliau Fathul Bariy dan Talkhis al Habir[15].
4.
Hanabilah
Abu
Bakar al Maruzi berkata dalam kitabnya[16], saya bertanya kepada Abu Abdillah
tentang mencium tangan. Dia melihat tidak ada masalah jika atas dasar agamanya,
tetapi jika atas dasar hartanya maka itu makruh.
Al
Bahuthi al Hanbali berkata pada kitab Kasyfu al Qana’[17], “Dibolehkan mencium
tangan dan kepala karena agamanya dengan tujuan memuliakan. Asal tidak adanya
syahwat.”
Nasiruddin
al Albani[18] dan Syeikh Utsaimin pun membolehkan mencium tangan orang yang
alim. Syeikh Utsaimin pernah ditanya tentang hukum mencium tangan orang yang
alim, beliau menjawab, “Mencium tangan dengan tujuan memuliakan seperti kepada
bapak, orang yang sudah tua, guru itu hukumnya boleh kecuali dikhawatirkan akan
terjadi bahaya.”[19]
EPILOG
Maksud
utama dari tulisan ini bukanlah untuk mendebat atau menyalahkan siapapun.
Tetapi lebih kepada ajakan untuk membuka cakrawala berpikir lebih luas lagi
dalam melihat fenomena yang terjadi di masyarakat. Lalu menakarnya dengan
takaran syariat yang berimbang dan valid.
Pernah
suatu ketika ada dosen[20] dari Saudi Arabia di kampus, ditanya tentang hukum
mencium tangan orang alim dan orang tua. Beliau menjawab, “saya menganggap
itulah adat kebiasaan yang terbaik yang pernah saya lihat di Negri ini
[Indonesia].”
Secara
hukum asal, mencium tangan orang yang lebih alim adalah mubah bahkan baik. Jika
hanya karena takut dan khawatir akan terjadinya fitnah dalam diri kiyai,
pastinya yang dilarang bukanlah mencium tangannya. Toh, tidak semua kiyai mau
dicium tangannya. Toh juga kita tidak tahu apa yang ada dalam diri kiyai.
Kekhawatiran-kekhawatiran
yang sifatnya personal tanpa dalil qath'iy pastinya tidak bisa menjadi dalil
pengharaman sesuatu. Khawatir akan terjadinya syirik dengan ziarah makam, tidak
bisa dijadikan alasan pengharaman secara muthlak ziarah kubur. Karena hukum
asal ziarah kubur adalah sunnah. Sebagaimana kekhawatiran seseorang akan
penyalah gunaan facebook tidak bisa dijadikan alasan pengharaman facebook
secara muthlaq yang asalnya mubah.
Jika
khawatir akan ghuluw/pengagungan berlebih dan menyembah kiyai, orang awam mana
yang kehilangan otak warasnya sehingga menyembah kiyai.
Jika
adat itu baik dan tidak bertentangan dengan syara’ atau bahkan malah sejalan
dengan agama, maka seharusnya kita lestarikan.
WaAllahu
a’lamu bis Showab
Luthfi
Abdu Rabbihi
Rumah
Fiqih Indonesia
Footnote:
[1]
Radio Rodja merupakan akronim dari Radio Dakwah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang
beralamat di Cileungsi Bogor Jawa Barat. Radio dengan slogan “menebar cahaya
sunnah” merupakan radio dakwah yang cukup signifikan bagi salafy di jabodetabek
dan sekitarnya, karena radio ini menjadi radio wajib bagi mereka yang
berafiliasi kepada manhaj salaf. Klik: http://radiorodja.com/
Mentri
Hukum dan HAM, Patrilis akbar saat diadakan acara “liqa’ maftuh” di kantornya
dengan Syeikh Abdul Muhsin Al Abbad; salah satu Syeikh dari Saudi Arabia
memberikan sambutan sebagai berikut:
“Begitu
saya mengenal radio rodja memang timbul kecintaan saya dengan radio rodja itu
karena dakwahnya baik sekali. Panggilan-penggilan dakwahnya amat mulia.
Bahkan
isi-isi dakwahnyapun adalah dakwah yang membagun bangsa dan negara. Saya tidak
pernah mendengar dakwah yang kontroversial. Saya tidak pernah mendengar dakwah
yang anti pemerintah. Saya tidak pernah mendengar dakwah yang mempropaganda dan
menghasut. tetapi dakwahnya semuanya adalah dakwah mulia, yang tidak
pernah menjelekkan orang lain yang tidak pernah menghasut untuk
melakukan kekerasan justru dakwahnya saya lihat adalah dakwah dakwah
penyejukan”
Video
itu bisa dilihat di: http://www.youtube.com/watch?v=PLEHPKOOsHk&feature=player_embedded
[2] HR.
Abu Daud: 4/375, As Sunan Al Kubro: Baihaqi, Hal. 7/102, Syu’bul Imam: Baihaqi,
Hal. 6/477. Hadits ini dishahihkan pula oleh Syeikh Nasiruddin Al Albani dalam
Shahih Sunan Abi Daud, Al Hafidz Ibnu Hajar berkata, sanadnya jayyid/baik.
Lihat: Fathul Bariy: Ibnu Hajar, Hal. 11/57
[3]
Diriwayatkan oleh Al Mahamiliy dalam Kitab Amaliy, Hal: 1/256 dan Abu Bakar Al
Muqriy dalam bab mencium tangan: 1/58. Al Hafidz Ibnu Hajar berkata: Sanadnya
kuat. Lihat: Fathul Bariy: Ibnu Hajar, Hal. 11/57
[4] HR.
Ahmad: 2/23 dan diriwayatkan lagi dalam bab al wara’: 1/144, Abu Bakar al
Muqriy dalam bab mencium tangan: 159. Ibnu hajar mengatakan riwayat ini jayyid.
Lihat: Fathul Bariy: 11/57
[5] HR.
Tirmidzi: 5/77, Al Hafidz berkata dalam kitab At Talkhis al Habir: 4//93 bahwa
sanadnya kuat.
[6] HR.
Al Bukhori dalam kitab Al Adab Al Mufrad: 30, Al Ashbihani dalam Thabaqat al
Ashbihan: 3/257, Ibnu Hajar mengatakan bahwa hadits ini sanadnya jayyid. Lihat:
Fathul Bariy: 11/57
[7] HR.
Ibnu Sa’ad dalam Thabaqat: 2/360, Ad Dzahabi dalam Siyar A’lam Nubala’: 2/437,
Ibnu Al Jauzi dalam Shofwat al Shofwat: 1/706, Al Hafidz dalam Al Ishabah: 4/146,
dan Ibnu Hajar dalam Fathul Bariy mengatakan bahwa hadits ini isnadnya jayyid
[8]
Diriwayatkan oleh Ibnu Al Muqri’dalam bab mencium tangan: 1/97, al Hafidz
berkata dalam al Fath: 11/57 bahwa sanadnya jayyid.
[9]
Diriwayatkan oleh Ibnu Muqri’ Taqbil al Yad: 1/73. Al Hafidz berkata bahwa
sanadnya jayyid. Lihat: Fathul bari: 11/57
[10]
Hasyiyah Maraqil Falah: Abu Ja’far At Thahawi, Hal. 1/216
[11] Ad
Durr al Mukhtar: Muhammad bin Ali al Hanafi al Hashkafi, Hal. 6/383
[12] Abu
al Hasan al Maliky: Kifayatu At Thalib, Hal. 2/260, lihat juga An Nafrawi: Al
Fawakih Ad Dani, Hal.2/326.
“قال ابن بطال: إنما يكره تقبيل يد الظلمة والجبابرة، وأما يد
الأب والرجل الصالح ومن ترجى بركته فجائز.”
[13]
Raudlatu at Thalibin: An Nawawi, Hal. 10/236. Lihat juga: Fathul-Baariy: 11/57
[14]
Riyadhu As Sholihin: An Nawawi, Hal.
[15]
Fathul Bariy: 11/57, at Talkhis al Habir: 4/93
[16] Al
Wara’: Abu Bakar al Maruzi, Hal. 1/144
[17]
Kasyfu al Qana’: al Bahuthi, Hal. 2/157
[18]
Silsalatul ahadits As Shahiha: Nasiruddin Al Albani, Hal. 1/252-253
[19]
Shalih al Utsaimin: Fatawa Bab al Maftuh, 2 dan 177
[20]
Beliau adalah Syeikh Zaid ali Qurun, salah seorang dosen syariah di LIPIA
Jakarta tahun 2010an. Beliau sekarang sudah pulang untuk mengajar di Negaranya.
Assalamu'alaikum... Waah.. Mantab Ustadz ?! Saya mohon Ikhlasnya untuk copy paste.. Kmaren pas downlod ustad Error itu, saya agak kaget, masak iya nyium tangannya guru ngaji gak boleh ? Ustad, tlg klo bisa tambah lagi materi2 bgini... insyallah ini sgt berguna bagi kami.Sblumnya trimakasih ustdz.. Syukran..
ReplyDeleteWa'alaikumsalaam..
ReplyDeleteKembali Terimakasih mas agus setiawan, sudah mampir di blog ini.
silahkan share aja semua yang ada di blog ini mas.
Saya juga dapatkan dari teman-teman materinya.
Nanti saya tambah lagi materinya, masih banyak bertebaran di halaman facebook saya materinya, belum sempat saya pindahkan.