Mereka mempertanyakan sanad ilmu atau sanad guru kami.
Kami sekedar menyampaikan dan mengingatkan saja, tentulah para pembaca tidak
harus bertalaqqi (mengaji) dengan kami.
Silahkan bertalaqqi (mengaji) dengan para ulama yang
sholeh dari kalangan "orang-orang yang membawa hadits" yakni para
ulama yang sholeh memiliki ilmu riwayah dan dirayah dari Imam Mazhab yang empat
karena Imam Mazhab yang empat yang bertemu dan bertalaqqi (mengaji) dengan
Salafush Sholeh yang meriwayatkan dan mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam atau silahkan bertalaqqi dengan para ulama yang sholeh dari
kalangan ahlul bait, keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Berikut adalah kutipan nasehat Imam Sayyidina Ali ra
kepada puteranya
***** awal kutipan *****
Pada mulanya aku hanya ingin mengajarimu Kitab Suci,
secara mendalam, mengerti seluk-beluk (tafsir dan takwil)nya, membekalimu
dengan pengetahuan yang lengkap tentang perintah dan larangan-Nya (hukum-hukum
dan syariat-Nya) serta halal dan haramnya. Kemudian aku khawatir engkau
dibingungkan oleh hal-hal yang diperselisihkan di antara manusia, akibat
perbedaaan pandangan di antara mereka dan diperburuk oleh cara berpikir yang
kacau, cara hidup yang penuh dosa, egoisme dan kecenderungan hawa nafsu mereka,
sebagaimana membingungkan mereka yang berselisih itu sendiri.
Oleh karena itu, kutuliskan, dalam nasihatku
ini,prinsip-prinsip dasar dari keutamaan, kemuliaan, kesalehan, kebenaran dan
keadilan. Mungkin berat terasa olehmu, tetapi lebih baik membekali engkau
dengan pengetahuan ini daripada membiarkanmu tanpa pertahanan berhadapan dengan
dunia yang penuh dengan bahaya kehancuran dan kebinasaan. Karena engkau adalah
pemuda yang saleh dan bertaqwa, aku yakin engkau akan mendapatkan bimbingan dan
pertolongan Ilahi (taufik dan hidayah-Nya) dalam mencapai tujuanmu. Aku ingin
engkau berjanji pada dirimu untuk bersungguh-sungguh mengikuti nasihatku ini.
Ketahuilah wahai putraku, bahwa sebaik-baiknya wasiat
adalah taqwa kepada Allah, bersunguh-sungguh menjalankan tugas yang
diwajibkan-Nya atasmu, dan mengikuti jejak langkah ayah-ayahmu yang terdahulu
(sampai Rasullullah) dan orang-orang yang saleh dari keluargamu. Bahwasanya
mereka senantiasa memperhatikan dengan teliti pikiran dan perbuatan mereka
sebagaimana engkaupun harus berbuat. Apabila jiwamu menolak untuk menerima
hal-hal tersebut dan bertahan untuk mengetahui sendiri sebagaimana mereka
mengetahui (mengalami apa yang mereka alami), maka engkaupun bebas untuk
mencapai kesimpulan-kesimpulanmu, tetapi hendaknya usahamu itu disertai dengan
pengkajian dan pemahaman yang teliti.
***** akhir kutipan *****
Nasehat selengkapnya dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/06/26/2010/11/04/nasehat-sayyidina-ali-ra/
Jelas disampaikan dalam nasehat Imam Sayyidina Ali ra
bahwa kita sebaiknya “mengikuti jejak langkah ayah-ayahmu yang terdahulu
(sampai Rasulullah) dan orang-orang yang shaleh dari keluargamu” artinya
menelusuri apa yang disampaikan oleh ulama-ulama yang sholeh yang tersambung
kepada lisannya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Dalam perkara agama tidak ada hal yang baru. Justru
harus berlaku jumud atau istiqomah sebagaimana apa yang disampaikan oleh
lisannya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Salah satu ciri dalam metode pengajaran talaqqi adalah
sanad. Pada asalnya, istilah sanad atau isnad hanya digunakan dalam bidang ilmu
hadits (Mustolah Hadits) yang merujuk kepada hubungan antara perawi dengan
perawi sebelumnya pada setiap tingkatan yang berakhir kepada Rasulullah
-Shollallahu ‘alaihi wasallam- pada matan haditsnya.
Namun, jika kita merujuk kepada lafadz Sanad itu sendiri
dari segi bahasa, maka penggunaannya sangat luas. Dalam Lisan Al-Arab misalnya
disebutkan: “Isnad dari sudut bahasa terambil dari fi’il “asnada” (yaitu
menyandarkan) seperti dalam perkataan mereka: Saya sandarkan perkataan ini
kepada si fulan. Artinya, menyandarkan sandaran, yang mana ia diangkatkan
kepada yang berkata. Maka menyandarkan perkataan berarti mengangkatkan
perkataan (mengembalikan perkataan kepada orang yang berkata dengan perkataan
tersebut)“.
Jadi, metode isnad tidak terbatas pada bidang ilmu
hadits. Karena tradisi pewarisan atau transfer keilmuwan Islam dengan metode
sanad telah berkembang ke berbagai bidang keilmuwan. Dan yang paling kentara
adalah sanad talaqqi dalam aqidah dan mazhab fikih yang sampai saat ini
dilestarikan oleh ulama dan universitas Al-Azhar Asy-Syarif. Hal inilah yang
mengapa Al-Azhar menjadi sumber ilmu keislaman selama berabad-abad. Karena
manhaj yang di gunakan adalah manhaj shahih talaqqi yang memiliki sanad yang
jelas dan sangat sistematis. Sehingga sarjana yang menetas dari Al-azhar adalah
tidak hanya ahli akademis semata tapi juga alim.
Sanad ini sangat penting, dan merupakan salah satu
kebanggaan Islam dan umat. Karena sanad inilah Al-Qur’an dan sunah Nabawiyah
terjaga dari distorsi kaum kafir dan munafik. Karena sanad inilah warisan Nabi
tak dapat diputar balikkan.
Ibnul Mubarak berkata :”Sanad merupakan bagian dari
agama, kalaulah bukan karena sanad, maka pasti akan bisa berkata siapa saja
yang mau dengan apa saja yang diinginkannya (dengan akal pikirannya sendiri).”
(Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Muqoddimah kitab Shahihnya 1/47 no:32 )
Imam Syafi’i ~rahimahullah mengatakan “tiada ilmu tanpa
sanad”.
Imam Malik ra berkata: “Janganlah engkau membawa ilmu
(yang kau pelajari) dari orang yang tidak engkau ketahui catatan (riwayat)
pendidikannya (sanad ilmu)”
Al-Hafidh Imam Attsauri ~rahimullah mengatakan “Penuntut
ilmu tanpa sanad adalah bagaikan orang yang ingin naik ke atap rumah tanpa
tangga”
Bahkan Al-Imam Abu Yazid Al-Bustamiy , quddisa sirruh
(Makna tafsir QS.Al-Kahfi 60) ; “Barangsiapa tidak memiliki susunan guru dalam
bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan” Tafsir Ruhul-Bayan
Juz 5 hal. 203
Tanda atau ciri seorang ulama tidak terputus sanad ilmu
atau sanad gurunya adalah pemahaman atau pendapat ulama tersebut tidak
menyelisihi pendapat gurunya dan guru-gurunya terdahulu serta berakhlak baik
Asy-Syeikh as-Sayyid Yusuf Bakhour al-Hasani
menyampaikan bahwa “maksud dari pengijazahan sanad itu adalah agar kamu
menghafazh bukan sekadar untuk meriwayatkan tetapi juga untuk meneladani orang
yang kamu mengambil sanad daripadanya, dan orang yang kamu ambil sanadnya itu
juga meneladani orang yang di atas di mana dia mengambil sanad daripadanya dan
begitulah seterusnya hingga berujung kepada kamu meneladani Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam. Dengan demikian, keterjagaan al-Qur’an itu
benar-benar sempurna baik secara lafazh, makna dan pengamalan“
Selain sanad, ciri dalam manhaj pengajaran talaqqi
adalah ijazah. Ijazah ada yang secara tertulis dan ada yang hanya dengan lisan.
Memberikan ijazah sangat penting. Menimbang agar tak terjadinya penipuan dan
dusta dalam penyandaran seseorang. Apalagi untuk zaman sekarang yang penuh
kedustaan, ijazah secara tertulis menjadi suatu keharusan
Tradisi ijazah ini pernah dipraktekkan oleh Nabi
shallallahu alaihi wasallam ketika memberikan ijazah (baca: secara lisan)
kepada beberapa Sahabat ra. dalam keahlian tertentu. Seperti keahlian sahabat
di bidang Al-Qur’an.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda yang
artinya, “Sesungguhnya orang yang paling aku cintai di antara kalian adalah
orang yang paling baik akhlaknya‘. Dan beliau juga bersabda: “Ambillah bacaan
Al Qur’an dari empat orang. Yaitu dari ‘Abdullah bin Mas’ud, kemudian Salim,
maula Abu Hudzaifah, lalu Ubay bin Ka’ab dan Mu’adz bin Jabal.” (Hadits riwayat
Al-Bukhari dan Muslim).
Berhati-hatilah dengan para ulama dari kalangan
"orang-orang yang membaca hadits" yakni para ulama yang mengaku-aku
mengikuti atau menisbatkan kepada Salafush Sholeh namun tidak bertemu atau
bertalaqqi (mengaji) dengan Salafush Sholeh. Apa yang mereka katakan sebagai
pemahaman Salafush Sholeh adalah ketika mereka membaca hadits, tentunya ada
sanad yang tersusun dari Tabi’ut Tabi’in , Tabi’in dan Sahabat. Inilah yang
mereka katakan bahwa mereka telah mengetahui pemahaman Salafush Sholeh.
Bukankah itu pemahaman mereka sendiri terhadap hadits tersebut.
Mereka berijtihad dengan pendapatnya terhadap hadits
tersebut. Apa yang mereka katakan tentang hadits tersebut, pada hakikatnya
adalah hasil ijtihad dan ra’yu mereka sendiri. Sumbernya memang hadits tersebut
tapi apa yang mereka sampaikan semata lahir dari kepala mereka sendiri.
Sayangnya mereka mengatakan kepada orang banyak bahwa apa yang mereka sampaikan
adalah pemahaman Salafush Sholeh.
Tidak ada yang dapat menjamin hasil upaya ijtihad mereka
pasti benar dan terlebih lagi mereka tidak dikenal berkompetensi sebagai Imam
Mujtahid Mutlak. Apapun hasil ijtihad mereka, benar atau salah, mereka
atasnamakan kepada Salafush Sholeh. Jika hasil ijtihad mereka salah, inilah
yang namanya fitnah terhadap Salafush Sholeh. Fitnah dari orang-orang yang
serupa dengan Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim Al Najdi yang karena
kesalahpahamannya atau karena pemahamannya telah keluar (kharaja) dari
pemahaman mayoritas kaum muslim (as-sawad al a’zham) sehingga berani menghardik
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam
Telah bercerita kepada kami Abu Al Yaman telah
mengabarkan kepada kami Syu’aib dari Az Zuhriy berkata, telah mengabarkan
kepadaku Abu Salamah bin ‘Abdur Rahman bahwa Abu Sa’id Al Khudriy radliallahu
‘anhu berkata; Ketika kami sedang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam yang sedang membagi-bagikan pembagian(harta), datang Dzul Khuwaishirah,
seorang laki-laki dari Bani Tamim, lalu berkata; Wahai Rasulullah, tolong
engkau berlaku adil. Maka beliau berkata: Celaka kamu!. Siapa yang bisa berbuat
adil kalau aku saja tidak bisa berbuat adil. Sungguh kamu telah mengalami
keburukan dan kerugian jika aku tidak berbuat adil. Kemudian ‘Umar berkata;
Wahai Rasulullah, izinkan aku untuk memenggal batang lehernya!. Beliau berkata:
Biarkanlah dia. Karena dia nanti akan memiliki teman-teman yang salah seorang
dari kalian memandang remeh shalatnya dibanding shalat mereka, puasanya
dibanding puasa mereka. Mereka membaca Al Qur’an namun tidak sampai ke
tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama seperti melesatnya anak panah dari
target (hewan buruan). (HR Bukhari 3341)
Semasa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memang
belum terjadi fitnah dikarenakan orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah. Sebab,
saat para Sahabat ingin memerangi mereka, oleh Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam dicegah. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tahu di belakangnya
ada teman-teman mereka yang sifatnya sama. Sangat mungkin saat temannya
dianiaya, mereka akan mengobarkan perang melawan Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam dan Sahabatnya. Padahal, mereka bukan orang “kafir” karena shalat,
shaum, dan ritual mereka boleh dikatakan di atas rata-rata orang kebanyakan.
Tidak akan ada yang menyangka bahwa mereka adalah orang-orang yang akan merusak
Islam. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memilih menjauhkan mereka dari
Madinah. Dan mereka memilih tinggal di suatu kampung bernama Haruri. Oleh sebab
itu pula, mereka sering disebut kaum Haruriyyah.
Setiap orang yang pemahamannya telah keluar (kharaja)
dari pemahaman mayoritas kaum muslim (as-sawad al a’zham) adalah termasuk sekte
atau firqoh khawarij. Khawarij adalah bentuk jamak (plural) dari kharij (bentuk
isim fail) artinya yang keluar.
Orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah at Tamimi al Najdi
pulalah yang karena kesalahpahamannya atau karena pemahamannya telah keluar
(kharaja) dari pemahaman mayoritas kaum muslim (as-sawad al a’zham) sehingga
berani menghardik Sayyidina Ali bin Abi Thalib telah berhukum dengan thagut,
berhukum dengan selain hukum Allah.
Orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah at Tamimi al Najdi
pulalah yang karena kesalahpahamannya atau karena pemahamannya telah keluar
(kharaja) dari pemahaman mayoritas kaum muslim (as-sawad al a’zham) sehingga
sampai membunuh Sayyidina Ali ra
Abdurrahman ibn Muljam adalah seorang yang sangat rajin
beribadah. Shalat dan shaum, baik yang wajib maupun sunnah, melebihi kebiasaan
rata-rata orang di zaman itu. Bacaan Al-Qurannya sangat baik. Karena bacaannya
yang baik itu, pada masa Sayyidina Umar ibn Khattab ra, ia diutus untuk
mengajar Al-Quran ke Mesir atas permintaan gubernur Mesir, Amr ibn Al-’Ash.
Namun, karena ilmunya yang dangkal (pemahamannya tidak melampaui
tenggorokannya) , sesampai di Mesir ia malah terpangaruh oleh hasutan (gahzwul
fikri) orang-orang Khawarij yang selalu berbicara mengatasnamakan Islam, tapi
sesungguhnya hawa nafsu yang mereka turuti. Ia pun terpengaruh. Ia tinggalkan
tugasnya mengajar dan memilih bergabung dengan orang-orang Khawarij sampai
akhirnya, dialah yang ditugasi menjadi eksekutor pembunuhan Imam Sayyidina Ali
ra.
Orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah at Tamimi al
Najdi, mereka melakukan dosa besar yakni membunuh orang-orang Islam dan
membiarkan para penyembah berhala yakni kaum Zionis Yahudi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda:
Dari kelompok orang ini (Dzul Khuwaishirah at Tamimi al Najdi), akan muncul
nanti orang-orang yang pandai membaca Al Qur`an tetapi tidak sampai melewati
kerongkongan mereka, bahkan mereka membunuh orang-orang Islam, dan membiarkan
para penyembah berhala; mereka keluar dari Islam seperti panah yang meluncur
dari busurnya. Seandainya aku masih mendapati mereka, akan kumusnahkan mereka
seperti musnahnya kaum ‘Ad. (HR Muslim 1762)
Kaum Zionis Yahudi adalah para penyembah berhala, wali
syaitan atau pengikut syaitan
Firman Allah ta’ala yang artinya “Dan setelah datang
kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (kitab) yang
ada pada mereka, sebahagian dari orang-orang yang diberi kitab (Taurat)
melemparkan kitab Allah ke belakang (punggung)nya, seolah-olah mereka tidak
mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah) dan mereka mengikuti apa yang dibaca
oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa
Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak
mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir).”
(QS Al Baqarah [2]: 101-102)
Orang-orang serupa Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim al
Najdi , mereka membaca Al Qur`an dan mereka menyangka bahwa Al Qur`an itu
adalah (hujjah) bagi mereka, namun ternyata Al Qur`an itu adalah (bencana) atas
mereka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Akan
muncul suatu sekte/firqoh/kaum dari umatku yang pandai membaca Al Qur`an.
Dimana, bacaan kalian tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan bacaan mereka.
Demikian pula shalat kalian daripada shalat mereka. Juga puasa mereka
dibandingkan dengan puasa kalian. Mereka membaca Al Qur`an dan mereka menyangka
bahwa Al Qur`an itu adalah (hujjah) bagi mereka, namun ternyata Al Qur`an itu
adalah (bencana) atas mereka. Shalat mereka tidak sampai melewati batas
tenggorokan. Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah meluncur dari
busurnya”. (HR Muslim 1773)
Orang-orang serupa Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim al
Najdi yakni anak-anak muda yang belum memahami agama dengan baik, mereka
seringkali mengutip ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi, tapi itu semua
dipergunakan untuk menyesatkan, atau bahkan untuk mengkafirkan orang-orang yang
berada di luar kelompok mereka. Padahal kualitas iman mereka sedikitpun tidak
melampaui kerongkongan mereka.
Telah bercerita kepada kami Muhammad bin Katsir telah
mengabarkan kepada kami Sufyan dari Al A’masy dari Khaitsamah dari Suwaid bin
Ghafalah berkata, ‘Ali radliallahu ‘anhu berkata; Sungguh, aku terjatuh dari
langit lebih aku sukai dari pada berbohong atas nama beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam dan jika aku sampaikan kepada kalian tentang urusan antara aku dan
kalian, (ketahuilah) bahwa perang itu tipu daya. Aku mendengar Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam yang bersabda: Akan datang di akhir zaman
orang-orang muda dalam pemahaman (lemah pemahaman atau sering salah pahaman).
Mereka berbicara dengan ucapan manusia terbaik (Khairi Qaulil Bariyyah,
maksudnya suka berdalil dengan Al Qur’an dan Hadits)) namun mereka keluar dari
agama bagaikan anak panah melesat keluar dari target buruan yang sudah dikenainya.
Iman mereka tidak sampai ke tenggorokan mereka. (HR Bukhari 3342)
Jadi orang-orang serupa Dzul Khuwaishirah dari Bani
Tamim al Najdi adalah orang-orang yang merasa paling benar sehingga berani
menghardik Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, berani menghardik Sayyidina
Ali bin Abi Thalib, berani menghardik para ulama yang sholeh dari kalangan
Ahlul Bait, keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam serta berani
menghardik para ulama yang sholeh yang memiliki ilmu riwayah dan dirayah dari
Imam Mazhab yang empat yang bertalaqqi (mengaji) dengan Salafush Sholeh yang
meriwayatkan dan mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
Wassalam
Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830
Sumber:
No comments:
Post a Comment