Syeikh
‘Abdulqâdir Al-Jailânî bila berceramah menggunakan bahasa yang sangat
sederhana. Anak beliau yang telah banyak menuntut ilmu dan gemar
berceramah berkata dalam hati, “Jika aku diizinkan berceramah, tentu
akan lebih banyak orang yang menangis.”
Suatu hari Syeikh ‘Abdulqâdir
Al-Jailânî ingin mendidik anaknya. Ia berkata kepadanya, “Wahai anakku,
berdiri dan berceramahlah.” Si anak kemudian berceramah dengan sangat
bagus. Namun, tidak ada seorang pun yang menangis dan merasa khusyu’.
Mereka bahkan bosan mendengar ceramahnya. Setelah anaknya selesai
berceramah Syeikh ‘Abdulqâdir naik ke mimbar lalu berkata, “Para
hadirin, tadi malam, isteriku, ummul fuqorô`, menghidangkan ayam
pangang yang sangat lezat, tapi tiba-tiba seekor kucing datang dan
memakannya.” Mendengar ucapan ini, para hadirin menangis dan menjerit.
Si anak berkata, “Aneh…, aku bacakan kepada mereka ayat-ayat Quran,
hadis-hadis Nabi, syair dan berbagai akhbâr, tidak ada seorang
pun yang menangis. Tapi, ketika ayahku menyampaikan ucapan yang tidak
ada artinya, mereka justru menangis. Sungguh aneh, apa sebabnya?”.
Hikmah di Balik Kisah
Habib ‘Umar bin Hafidz berkata: