Dewasa
ini banyak orang yang mengaku mengikuti slogan AlQuran dan Sunnah
selalu mempermasalahkan hal-hal yang bersifat remeh menjadi besar,
seolah
mereka adalah Nabi yang diutus Allah untuk melusruskan ajaran yang
dianut umat
Islam selama ini. Kali ini mereka yang terpengaruh dengan wahabi membuat
isu doa makan yang selama ini dibaca
oleh sebagian muslimin ketika hendak makan.
Tidak
sedikit kaum muslimin yang membaca doa dengan redaksi berikut sebelum makan :
اللهم
بارك لنا فيما رزقتنا وقنا عذاب النار
Namun
tidak sedikit pula yang membaca doa sebelum makan dengan redaksi lainnya
seperti mayoritas santri-santri di pesantren, misal :
اللَّهُمَّ
بَارِكْ لَنَا فِيهِ وَأَطْعِمْنَا خَيْرًا مِنْهُ
Oleh
sekelompok minoritas yakni kaum wahabi, doa dengan redaksi yang pertama
dianggap bid’ah dan haram mengucapkannya karena bukan doa yang berasal dari
Nabi sebab status haditsnya adalah dhoif.
Subhanallah,
berapa banyak umat muslim yang akan masuk neraka baik anak-anak, dewasa, orang
tua, para ustadz dan para ulama hanya karena mengamalkan doa makan dengan
redaksi yang pertama ?? adakah para ulama dan imam Hadits yang mengatakan
membaca doa tersebut sebelum makan itu bid’ah dan haram ??
Redaksi
pertama ulama memang menilai hadits itu dhaif karena dalam perowinya ada yang
bernama Muhammad bin Abi az-Za’iza’ah yang dinilai munkarul hadits oleh Abu
Hatim. Secara sanad memang boleh dibilang tidak marfu’ akan tetapi ada riwayat
lain yang mauquf dari Urwah bin Zubair yang diriwayatkan imam Malik bin Anas
dalam kitab Muwatha’nya juz 2 halaman 934.
Ada
lagi dari Ali bin Abi Thalib diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad bin Hanbal
dalam Musnad imam Ahmad, ia berkata telah menceritakan padaku al-Abbas bin
al-Walid, ia berkata telah mnceritakan padaku, ia berkata telah mencertitakan
padakui Abdul Wahid bin Ziyad, ia berkata telah menceritakan padaku Sa’id
al-Jurairi dari Abi al-Ward dari Ibnu A’bud, ia berkata : “ Telah berkata
padaku Ali bin Abi Thalib :
يا ابن
أعبد هل
تدري ما حق الطعام
؟ قال : قلت :
وما حقه يا ابن
أبي طالب ؟ قال : تقول : باسم الله اللهم
بارك لنا فيما رزقتنا ، قال : وتدري ما شكره إذا فرغت ؟ قال : قلت : وما شكره ؟
قال : تقول : الحمد لله الذي أطعمنا وسقانا
“ Wahai Ibna A’bud, apakah kamu tahu haknya
makanan? Ia berkata, aku berkata : “ Apa hak makanan itu wahai putra Abu Thalib
? beliau menjawab : “ Hendaknya kamu ucapkan : Bismillah, Allahumma Baarik
lanaa fiimaa rozaqtanaa dst...”. (Musnad Ahmad : No. 1312)
Sedangkan
hadits dengan redaksi yang kedua, maka imam at-Tirmidzi menilainya hadits
Hasan.
Takhrij
hadits Ali bin Abi Thalib di atas sebagai berikut :
Sa’id
al-Jurairi adalah Sa’id bin Iyas dinilai tsiqah, ia adalah ahli hadits dari
Bashrah. Abu al-Ward adalah Ibnu Tsumamah bin Hazn al-Qusyairi, Ibnu Sa’ad
mengatakan : “ Dia ma’ruf “. Dalam taqrib dikatakan : “ Dia maqbul (Dapat
diterima) “. Ibnu A’bud, oleh Ali bin al-Madini dikatakan : “ Tidak ma’ruf, dan
aku tidak mengenalnya selainnya “, akan tetapi imam Bukhari menenal dan
mengatakan dalam Tarikh al-Kabir : 4/430 : “ Ibnu A’bud meriwayatkan dari Ali
“.
Melihat
takhrij di atas, maka hadits di atas sanadnya bernilai Hasan sebagaimana
dikatakan oleh syaikh Ahmad Syakir.
Hukum
makan ini bukan wajib atau pun sunnah, melainkan mubah namun akan menjadi
sunnah jika diniatkan untuk melaksanakan perintah Allah dan niat supaya kuat
dalam ta’at dan beribadah. Tata cara makan pun tidak ada yang diatur secara
wajib, nabi mencontohkan tata caranya supaya umatnya melakukan dengan cara
terbaik bukan suatu tata cara yang diwajibkan yang apabila tidak melakukan hal
itu akan berdosa dan masuk neraka. Dalam masalah doa pun jika berdoa dengan doa
selain yang ma-tsur dari Nabi, maka tidaklah berdosa namun yang paling afdhal
adalah memang mengamalkan doa yang ma-tsur. Doa dianjurkan untuk dilakukan
kapan pun dan di manapun saja...kecuali doa-doa yang ada dalam ibadah mahdah,
maka wajib melakukan dan mengamalkan doa yang warid atau ma-tsur dari Nabi
shallahu ‘alaihi wa sallam.
Al-Manawi
dalam kitab Faidh al-Qadir mengatakan ketika berbicara tentang mendoakan
saudara ketika hendak safar : “ Dan disunnahkan untuk mendoakan mereka baik di
hadapannya ataupun tidak di hadapannya dengan doa ma-tsur atau bukan ma-tsur,
dan yang ma-tsur itu lebih utama “.
Dalam
Mushannaf Abi Syaibah disebutkan bahwasanya ketika Salman selesai makan ia
mengucapkan :
الحمد لله الذي كفانا المؤنة، وأوسع لنا الرزق
“ Alhamdulillah yang telah mencukupi kami biaya dan meluaskan kami
rezeki “.
Dalam
Mushannaf itu juga disebutkan dari Abu Usamah dari Hisyam, ia berkata : “
Ayahku tidak dihidangkan makanan atau minuman walaupun minum atau makan obat,
lalu beliau meminum atau memakannya sehingga beliau mengucapkan doa berikut :
الحمد لله الذي هدانا وأطعمنا وسقانا ونعمنا والله أكبر،
اللهم ألفتنا نعمتك بكل شر فأصبحنا وأمسينا منها بكل خير، نسألك تمامها وشكرها، لا
خير إلا خيرك، ولا إله غيرك، إله الصالحين، ورب العالمين، الحمد لله رب العالمين،
لا إله إلا الله، ما شاء الله ولا قوة إلا بالله، اللهم بارك لنا فيما رزقتنا وقنا
عذاب النار
Nah
apakah mereka para ulama salaf tersebut yang menciptakan redaksi doa sendiri
setelah makan itu telah berbuat bid’ah dholalah yang menyebabkan dia sesat dan
masuk neraka ??
Bagaimana
dengan imam Ahmad bin Hanbal yang berdoa ketika sujud dalam sholat dengan doa
yang bukan ma-stur dari Nabi selama 40 tahun ??
“Al-Imam Ahmad bin Hanbal
berkata: “Saya mendoakan al-Imam al-Syafi’i dalam shalat saya selama empat
puluh tahun. Saya berdoa, “Ya Allah ampunilah aku, kedua orang tuaku dan
Muhammad bin Idris al-Syafi’i.” (Al-Hafizh al-Baihaqi, Manaqib al-Imam
al-Syafi’i, 2/254).
Ibnu
Hajar al-Atsqalani dalam Fathul Barinya mengatakan :
واستُدِلَّ به على جواز الدعاء في الصلاة بما اختار المصلي من أمر
الدنيا والآخرة
“ Dan dijadikan dalil dengan hadits itu, bahwasanya boleh berdoa di
dalam sholat dengan doa yang disukai / dipilih oleh orang yang hsolat darii
urusan dunia dan akherat “.
(Fathul Bari : 2/321)
Al-Hafidz
Ibnu Abdil Barr mengatakan :
وأما قول مالك: لا بأس بالدعاء في الصلاة المكتوبة، فهو أمر مُجمَع
عليه إذا لم يكن الدعاء يُشبِه كلامَ الناس، وأهل الحجاز يُجيزون الدعاء فيها بكل
ما ليس بمأثم من أمور الدين والدنيا
“ Adapun ucapan imam Malik : “ Tidak mengapa dengan berdoa di dalam
sholat wajib “, maka itu adalah perkara yang sudah ijma’ jika doanya tidak
menyerupai ucapan manusia. Ulama Hijaz membolehkan doa dalam sholat dengan doa
yang bukan mengarah pada dosa dari urusan agama dan dunia “ (al-Istidzkar : 2/437)
Sumber: http://www.google.com/url?q=http%3A%2F%2Faswj-rg.blogspot.com%2F2013%2F11%2Fadakah-doa-makan-bidaah.html%3Fm%3D1&sa=D&sntz=1&usg=AFQjCNHQj0IqboAnNvpBWNmb-R7-6hWa7A
Sumber: http://www.google.com/url?q=http%3A%2F%2Faswj-rg.blogspot.com%2F2013%2F11%2Fadakah-doa-makan-bidaah.html%3Fm%3D1&sa=D&sntz=1&usg=AFQjCNHQj0IqboAnNvpBWNmb-R7-6hWa7A
No comments:
Post a Comment