WAHHABIYYAH
Muhammad
ibn Abdul Wahhab (Perintis gerakan Wahhabiyyah) adalah seorang yang
tidak diakui keilmuannya oleh para ulama. Bahkan saudaranya; Sulaiman
Ibn Abdul Wahhab menulis dua buah karya bantahan terhadapnya. Ini ia
dilakukan karena Muhammad ibn Abdul Wahhab menyalahi apa yang telah
disepakati oleh kaum muslimin baik di daerahnya maupun di tempat lain,
baik dari kalangan pengikut mazhab Hanbali maupun pengikut mazhab lain.
Bantahan pertama berjudul ( الصواعق الإلهية ) dan yang kedua berjudul (
فصل
ابخطاب
فالرد على محمد بن عبد الوهاب ). Begitu juga seorang ulama madzhab
Hanbali ternama, seorang mufti Makkah pada masanya, Syeikh Muhammad ibn
Humaid tidak menyebutkan nama Muhammad ibn Abdul Wahhab dalam jajaran
ulama mazhab Hanbali, padahal dalam kitabnya berjudul ( لسحب
الوابلة
على ضرائح الحنابل ) ia menyebutkan sekitar 800 ulama laki-laki dan
perempuan dari kalangan mazhab Hanbali. Yang disebutkan dalam kitab
tersebut adalah biografi ayahnya; Syeikh Abdul Wahhab. Syeikh Muhammad
ibn Humaid menyebutkan keilmuan ayahnya dan menyebutkan bahwa ayahnya
ini semasa hidupnya sangat marah terhadap Muhammad tersebut dan memperingatkan orang-orang untuk menjauh darinya.
Ayahnya
berkata: يا ما ترون من محمد من الشر (Kalian akan melihat kejahatan yang
akan dilakukan oleh Muhammad). Syeikh Muhammad ibn Humaid wafat sekitar
80 tahun setelah Muhammad Ibn Abdul Wahhab.
Muhammad
ibn Abdul Wahhab telah membuat agama baru yang diajarkan kepada
pengikutnya. Dasar ajarannya ini adalah menyerupakan Allah dengan
makhluk-Nya dan meyakini bahwa Allah adalah benda yang duduk di atas
Arsy. Keyakinan ini jelas penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya, karena
duduk adalah salah
satu sifat manusia. Dengan ajarannya ini, Muhammad ibn Abdul Wahhab telah menyalahi firman Allah:
( [ ليس كمثله شىء ] (الشورى: 11
Maknanya: “Dia (Allah) tidak menyerupai segala sesuatu dan tidak ada sesuatupun yang menyerupaiNya”. (Q.S. as-Syura: 11)
Para
ulama salaf bersepakat bahwa barangsiapa yang menyifati Allah dengan
salah satu sifat diantara sifat-sifat manusia maka ia telah kafir.
Sebagaimana telah ditulis oleh Imam al-Muhaddits as-Salafi at-Thahawi
(227 – 321 H) dalam kitabnya yang terkenal dengan nama ( العقيدةالطحاوية
) teks pernyataannya adalah:
“ومن وصف الله بمعنى من معاني البشر فقد كفر”
Maknanya: “Barang siapa mensifati Allah dengan salah satu sifat dari sifat-sifat manusia, maka ia telah kafir”.
Di
antara keyakinan golongan Wahhabiyyah ini adalah mengkafirkan orang
yang berkata: “Yaa Muhammad…”, mengkafirkan orang yang berziarah ke
makam para nabi dan para wali untuk bertabarruk (mencari barkah),
mengkafirkan orang yang mengusap makam para nabi untuk bertabarruk, dan
mengkafirkan orang yang mengalungkan hirz (tulisan ayat-ayat al-Qur’an
atau lafazh-lafazh dzikr yang dikalungkan di leher) yang di dalamnya
hanya bertulis al-Qur’an dan semacamnya dan tidak ada sama sekali lafazh
yang tidak jelas yang diharamkan. Mereka menyamakan yang memakai hirz
ini dengan penyembah berhala. Mereka dalam hal ini telah menyalahi para
sahabat dan orang-orang salaf yang shalih.
Telah
menjadi kesepakatan bahwa boleh berkata “Ya Muhammad…” ketika dalam
kesusahan. Semua umat Islam bersepakat tentang kebolehan ini dan
melakukannya dalam praktek keseharian mereka, mulai dari para sahabat
nabi, para tabi’in dan semua generasi Islam hingga kini. Bahkan Imam
Ahmad ibn Hanbal; Imam mazhab Hanbali yang mereka klaim di negeri mereka
sebagai mazhab yang mereka ikuti, telah menyatakan kebolehan menyentuh
dan meletakkan tangan di atas makam Nabi Muhammad SAW, menyentuh mimbarnya
dan mencium
(kedua)nya apabila diniatkan untuk bertaqarrub (mendekatkan diri)
kepada Allah dengan bertabarruk. Hal ini ia sebutkan dalam kitabnya yang
sangat terkenal berjudul ( الجامع في العلل ومعرفة الرجال ).
Mereka
telah menyimpang dari jalur umat Islam dengan mengkafirkan orang yang
beristighatsah kepada Rasulullah SAW dan bertawassul dengannya setelah
wafatnya. Mereka berkata: “Bertawassul dengan selain yang hidup dan yang
hadir (ada di hadapan kita) adalah kufur”. Atas dasar kaidah ini,
mereka mengkafirkan orang yang berbeda pendapat dengan mereka, dan
menghalalkan membunuhnya. Pemimpin mereka Muhammad ibn Abdul Wahhab
berkata: “Siapa yang masuk dalam dakwah kita maka ia mendapatkan hak
sebagaimana hak-hak kita dan memiliki kewajiban sebagaimana
kewajibankewajiban kita dan barang siapa yang tidak masuk (dalam dakwah
kita) maka ia kafir dan halal darahnya”.
Bagi
yang hendak mengetahui secara luas tentang dalil-dalil yang membantah
pernyataanpernyataan mereka, silahkan membaca kitab-kitab yang banyak
ditulis dalam bantahan kepada mereka seperti kitab yang berjudul ( (الرد
المحكم المتين karya seorang muhaddits daratan Maghrib yaitu Syeikh
Abdullah al-Ghammari dan kitab yang berjudul ( المقالات السنية في كشف
ضلالات أحمد بن تيمية ) karya muhaddits daratan Syam; Syeikh Abdullah al
Harari. Kitab yang terakhir disebut ini dinamakan demikian karena
Muhammad ibn Abdul Wahhab mengambil paham dalam mengharamkan tawassul
kecuali dengan orang yang hidup dan yang hadir dari kitab-kitab ibn
Taimiyyah (W 728 H). Padahal Ibn Taimiyah menyarankan bagi orang-orang
yang terkena semacam kelumpuhan (al-Khadar) pada kaki, hendaklah
mengucapkan: “Yaa Muhammad…”.
Pernyataan
Ibnu Taimiyah ini ia tulis dalam karyanya ( الكلم الطيب ) terbitan
al-Maktab al-Islami, cet. Ke-5 tahun 1405 H/1985 M. Pernyataannya ini
menyalahi apa yang ia tulis sendiri dalam karyanya at-Tawassul wa al
Wasilah. Muhammad Ibn Abdul Wahhab mengambil paham dalam mengharamkan
tawassul dari kitab at Tawassul wa al Wasilah dan tidak menyetujui apa
yang ditulis Ibnu Taimiyah dalam kitab a- Kalim ath-Thayyib.
Faedah:
Para ahli fiqh, hadits, tafsir serta kaum sufi di segenap penjuru dunia
Islam telah menulis banyak sekali (lebih dari seratus) risalah-risalah
kecil atau buku-buku khusus untuk membantah Muhammad Ibn Abdul Wahhab
dan para pengikutnya.
Diantaranya
adalah Syeikh Ahmad Ash-Shawi al-Maliki (W 1241 H), Syeikh Ibnu ‘Abidin
al-Hanafi (W 1252 H), Syeikh Muhammad Ibn Humaid (W 1295 H) mufti
Mazhab Hanbali di Mekah al-Mukarramah, Syeikh Ahmad Zaini Dahlan (W 1304
H) mufti mazhab Syafi’i di Mekah al-Mukarramah dan ulama lainnya.
No comments:
Post a Comment